Pasien rumah sakit jiwa membludak
12 Februari 2019 08:03 WIB
Ilustrasi - Seorang perawat merapihkan tempat tidur ruangan inap rumah sakit jiwa Mahoni Medan, Sumatera Utara, Kamis (17/1/2019). Rumah sakit tersebut siap menampung dan menyediakan ruangan khusus bagi caleg yang mengalami gangguan jiwa maupun depresi saat gagal dalam Pemilu Legislatif 2019. (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA)
Jayapura (ANTARA News) - Direktur Rumah Sakit Jiwa Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua Daniel L Simunapendi mengatakan pasien sakit jiwa yang diantar oleh keluarganya berobat membludak, sehingga terpaksa sebagian tidur di lantai karena kapasitas ruangan terbatas.
Kepada Antara di Jayapura, Selasa, Daniel menyebutkan jumlah tempat tidur di rumah sakit yang dipimpinnya sebanyak 104 unit dan sebenarnya sudah melebihi kapasitas tempat tidur dan juga kapasitas ruangan.
"Jadi ada pasien-pasien sakit jiwa yang terpaksa berbaring di lantai dengan kasur karena ruangan sudah tidak memenuhi lagi, daya tampung kita memang sangat minim, sementara pasien semakin banyak," ujarnya.
Daniel menjelaskan pasien sakit jiwa semakin banyak karena tidak ada lagi tempat layanan/RS Jiwa di 28 kabupaten di Papua, tidak ada puskesmas khusus sakit jiwa.
Selain itu, pasien sakit jiwa membludak setelah pihaknya melakukan pelayanan penyuluhan, pengobatan, deteksi dini gangguan jiwa dan kunjungan ke rumah di 28 kabupaten dan satu kota.
Melalui pelayanan itu, kata dia, pasien dan keluarganya memahami bahwa memang harus berobat kalau mau sembuh, keluarganya harus bawa ke rumah sakit.
"Setelah mereka mengetahui sekarang kami yang kesulitan daya tampungnya. Pasien sakit jiwa membludak, semua pasien sakit jiwa datang ke kami di RS Jiwa Abepura," katanya.
Lantaran semua masyarakat sudah mengetahui kalau ada Rumah Sakit Jiwa maka semua yang membutuhkan pengobatan ini datang berbondong-bondong.
"Memang tidak semua pasien sakit jiwa kami inapkan, ada sebagian pasien yang rawat jalan dan keluarganya membantu untuk perawatan selanjutnya," katanya.
Tetapi kebanyakan pasien sakit jiwa yang sudah tidak bisa menilai realita, jalan tanpa tujuan, sudah gelandangan di jalan-jalan, sudah merusak lingkungan walaupun kondisi ruangannya sudah penuh tetapi terpaksa harus dirawat.
"Kita berusaha untuk merawat pasien tersebut dengan kapasitas rumah sakit yang memang terbatas, tetapi kami berupaya untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal," katanya.
Kepala Seksi Keperawatan RS Jiwa Abepura, Gerti Jeklin Pulalo mengatakan pasien sakit jiwa yang rawat jalan sebanyak 50 pasien per hari.
Pasien sakit jiwa yang rawat jalan, lebih banyak melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan untuk menanyakan terkait syaraf dan kondisi tubuhnya yang dirasa terganggu sakit.
"Kebanyakan keluarga yang membawa keluarganya yang sakit jiwa ke RS Jiwa untuk diperiksa kesehatannya. Jika, sakitnya parah maka pasien akan menjalani rawat inap, namun jika tidak parah maka pasien yang bersangkutan rawat jalan," tambah Gerti.*
Baca juga: Aman Abdurrahman sebut pelaku bom Surabaya sakit jiwa
Baca juga: Ayah diduga kurung putranya 20 tahun ditangkap di Jepang
Kepada Antara di Jayapura, Selasa, Daniel menyebutkan jumlah tempat tidur di rumah sakit yang dipimpinnya sebanyak 104 unit dan sebenarnya sudah melebihi kapasitas tempat tidur dan juga kapasitas ruangan.
"Jadi ada pasien-pasien sakit jiwa yang terpaksa berbaring di lantai dengan kasur karena ruangan sudah tidak memenuhi lagi, daya tampung kita memang sangat minim, sementara pasien semakin banyak," ujarnya.
Daniel menjelaskan pasien sakit jiwa semakin banyak karena tidak ada lagi tempat layanan/RS Jiwa di 28 kabupaten di Papua, tidak ada puskesmas khusus sakit jiwa.
Selain itu, pasien sakit jiwa membludak setelah pihaknya melakukan pelayanan penyuluhan, pengobatan, deteksi dini gangguan jiwa dan kunjungan ke rumah di 28 kabupaten dan satu kota.
Melalui pelayanan itu, kata dia, pasien dan keluarganya memahami bahwa memang harus berobat kalau mau sembuh, keluarganya harus bawa ke rumah sakit.
"Setelah mereka mengetahui sekarang kami yang kesulitan daya tampungnya. Pasien sakit jiwa membludak, semua pasien sakit jiwa datang ke kami di RS Jiwa Abepura," katanya.
Lantaran semua masyarakat sudah mengetahui kalau ada Rumah Sakit Jiwa maka semua yang membutuhkan pengobatan ini datang berbondong-bondong.
"Memang tidak semua pasien sakit jiwa kami inapkan, ada sebagian pasien yang rawat jalan dan keluarganya membantu untuk perawatan selanjutnya," katanya.
Tetapi kebanyakan pasien sakit jiwa yang sudah tidak bisa menilai realita, jalan tanpa tujuan, sudah gelandangan di jalan-jalan, sudah merusak lingkungan walaupun kondisi ruangannya sudah penuh tetapi terpaksa harus dirawat.
"Kita berusaha untuk merawat pasien tersebut dengan kapasitas rumah sakit yang memang terbatas, tetapi kami berupaya untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal," katanya.
Kepala Seksi Keperawatan RS Jiwa Abepura, Gerti Jeklin Pulalo mengatakan pasien sakit jiwa yang rawat jalan sebanyak 50 pasien per hari.
Pasien sakit jiwa yang rawat jalan, lebih banyak melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan untuk menanyakan terkait syaraf dan kondisi tubuhnya yang dirasa terganggu sakit.
"Kebanyakan keluarga yang membawa keluarganya yang sakit jiwa ke RS Jiwa untuk diperiksa kesehatannya. Jika, sakitnya parah maka pasien akan menjalani rawat inap, namun jika tidak parah maka pasien yang bersangkutan rawat jalan," tambah Gerti.*
Baca juga: Aman Abdurrahman sebut pelaku bom Surabaya sakit jiwa
Baca juga: Ayah diduga kurung putranya 20 tahun ditangkap di Jepang
Pewarta: Musa Abubar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: