Pengamat sebut solusi permasalahan tarif ojek daring harus saling menguntungkan
11 Februari 2019 15:17 WIB
Ketua Tim Peneliti Research Institute of Economic Development (Rised) Rumayya Batubara memaparkan hasil riset terkait ojek daring di Jakarta, Senin (11/2/2019).(ANTARA/M Razi Rahman)
Jakarta (ANTARA News) - Solusi permasalahan mengenai tarif ojek daring harus diputuskan pemerintah dengan hati-hati, bijaksana, dan saling menguntungkan berbagai pihak yang terkait.
"Harus ada win-win solution (saling menguntungkan)," kata Ketua Tim Peneliti Research Institute of Economic Development (Rised) Rumayya Batubara, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan kebijakan karena selama ini dinilainya lebih banyak berasal dari sisi pengemudi, tetapi jarang digunakan dari sisi konsumen atau penggunanya.
Rised telah menggelar survei kepada sebanyak 2.001 konsumen pengguna ojek daring di 10 provinsi.
Survei ini dilakukan untuk menjawab dampak dari berbagai kemungkinan kebijakan terkait ojek daring dan respon konsumen terhadapnya.
Hasil survei menyebutkan 45,83 persen responden menyatakan tarif ojek daring yang ada saat ini sudah sesuai.
Sementara, 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika memang ada kenaikan, ujar hasil riset itu, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp5.000/hari.
Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
Hasil survei menunjukkan saat ini konsumen telah merasakan nyamannya menggunakan layanan ojek online.
Seperti tergambar dari hasil survei bahwa 75 persen responden lebih nyaman menggunakan ojek daring dibandingkan moda transportasi lainnya.
Sementara itu, mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo menyatakan, selama ini kebijakan terkait ojek online hanya dibebankan kepada Kementerian Perhubungan, padahal seharusnya lintas kementerian atau instansi.
Ia mencontohkan, seharusnya perlu pula dilibatkan seperti Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengkaji apakah pihak penyedia layanan sudah memperhatikan kesejahteraan pengemudinya, begitu pula dengan Kementerian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pembayarannya melalui daring.
"Ini harus melibatkan seluruh instansi sehingga menyelesaikannya juga secara komprehensif," paparnya.
Baca juga: Riset: Kenaikan tarif ojek "online" bakal tingkatkan penggunaan kendaraan pribadi
Baca juga: YLKI nilai tarif di peraturan baru ojek daring terlalu tinggi
"Harus ada win-win solution (saling menguntungkan)," kata Ketua Tim Peneliti Research Institute of Economic Development (Rised) Rumayya Batubara, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan kebijakan karena selama ini dinilainya lebih banyak berasal dari sisi pengemudi, tetapi jarang digunakan dari sisi konsumen atau penggunanya.
Rised telah menggelar survei kepada sebanyak 2.001 konsumen pengguna ojek daring di 10 provinsi.
Survei ini dilakukan untuk menjawab dampak dari berbagai kemungkinan kebijakan terkait ojek daring dan respon konsumen terhadapnya.
Hasil survei menyebutkan 45,83 persen responden menyatakan tarif ojek daring yang ada saat ini sudah sesuai.
Sementara, 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika memang ada kenaikan, ujar hasil riset itu, sebanyak 48,13 persen responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp5.000/hari.
Ada juga sebanyak 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
Hasil survei menunjukkan saat ini konsumen telah merasakan nyamannya menggunakan layanan ojek online.
Seperti tergambar dari hasil survei bahwa 75 persen responden lebih nyaman menggunakan ojek daring dibandingkan moda transportasi lainnya.
Sementara itu, mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo menyatakan, selama ini kebijakan terkait ojek online hanya dibebankan kepada Kementerian Perhubungan, padahal seharusnya lintas kementerian atau instansi.
Ia mencontohkan, seharusnya perlu pula dilibatkan seperti Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengkaji apakah pihak penyedia layanan sudah memperhatikan kesejahteraan pengemudinya, begitu pula dengan Kementerian Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pembayarannya melalui daring.
"Ini harus melibatkan seluruh instansi sehingga menyelesaikannya juga secara komprehensif," paparnya.
Baca juga: Riset: Kenaikan tarif ojek "online" bakal tingkatkan penggunaan kendaraan pribadi
Baca juga: YLKI nilai tarif di peraturan baru ojek daring terlalu tinggi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019
Tags: