Koalisi pimpinan Saudi di Yaman lancarkan serangan di Sanaa
9 Februari 2019 20:33 WIB
Seorang warga melintas dengan motornya di depan kantor pusat kelompok Houthi, yang hancur setelah serangan udara yang dilancarkan oleh koalisi pimpinan Arab Saudi, di Saada, Yaman, Minggu (26/4). (REUTERS/Stringer)
Kairo (ANTARA News) - Koalisi pimpinan Saudi di Yaman melancarkan operasi dengan sasaran yang sudah ditetapkan di Sanaa, ibu kota dikuasai gerakan Houthi, televisi negara Saudi melaporkan pada Sabtu.
Operasi tersebut menyasar satu lokasi tempat penyimpanan dan penyiapan drone dan kendaraan-kendaraan untuk meluncurkan pesawaqt tanpa awak tersebut di Sanaa.
Koalisi itu menambahkan bahwa operasi tersebut sesuai dengan hukum internasional dan langkah-langkah itu diambil untuk melindungi warga sipil, demikian Reuters melaporkan.
Uni Emirat Arab (UAE) yang ikut dalam koalisi itu diberitakan telah melatih dan mempersenjatai ribuan pejuang Yaman, sebagian besar di provinsi-provinsi di wilayah selatan dan pesisir barat, sebagai bagian dari pasukan yang memerangi Houthi.
Houthi kini mengusai sebagai besar wilayah perkotaan, termasuk Sanaa dan pelabuhan utama Hodeidah.
Baca juga: Koalisi pimpinan Saudi akui serangan atas bus di Yaman tak dibenarkan
Negara-negara Barat yang sebagian besar menyediakan persenjataan dan intelijen bagi koalisi, telah menekankan agar perang hampir empat tahun di negara itu diakhiri setelah pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Peristiwa pembunuhan itu membuat mereka meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas Arab Saudi di kawasan.
Konflik di Yaman secara luas dianggap sebagai perang antara Muslim Suni Arab Saudi dan Muslim Syiah Iran, yang dihasut suatu pihak berpengaruh.
Houthi membantah tuduhan bahwa Iran memasok mereka dengan persenjataan dan mengatakan bahwa revolusi mereka menentang korupsi.
Baca juga: Koalisi pimpinan Arab Saudi amankan pelayaran Teluk Bab al-Mandab
Baca juga: Milisi Houthi akui serang pesawat koalisi pimpinan Saudi
Gerilyawan Houthi menguasai Hudaidah saat faksi lain Yaman yang didukung koalisi pimpinan Saudi berusaha memulihkan pemerintah yang diakui masyarakat internasional bertebaran di pinggir kota pelabuhan tersebut.
Kegagalan mereka untuk menarik petempur dari kota itu, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata satu-bulan, telah menghidupkan kembali ancaman terhadap serangan besar terhadap Hudaidah, kondisi yang bisa memicu kelaparan.
Dalam enam bulan terakhir saja, perang di Yaman telah memaksa lebih dari setengah juta anak meninggalkan rumah mereka, kata beberapa kelompok bantuan pada Kamis (31/1). Organisasi-organisasi itu memperingatkan bahwa generasi pemuda terancam hilang.
Kebanyakan orang mengungsi selama serangan besar militer terhadap Hudaidah pada Juli dan Agustus tahun lalu dan semuanya menghadapi masa depan "yang suram", karena tak mempunyai akses ke pendidikan dan menghadapi peningkatan risiko serangan penyakit serta kelaparan, kata organisasi anak PBB.
Redaktur: Eliswan Azly
Operasi tersebut menyasar satu lokasi tempat penyimpanan dan penyiapan drone dan kendaraan-kendaraan untuk meluncurkan pesawaqt tanpa awak tersebut di Sanaa.
Koalisi itu menambahkan bahwa operasi tersebut sesuai dengan hukum internasional dan langkah-langkah itu diambil untuk melindungi warga sipil, demikian Reuters melaporkan.
Uni Emirat Arab (UAE) yang ikut dalam koalisi itu diberitakan telah melatih dan mempersenjatai ribuan pejuang Yaman, sebagian besar di provinsi-provinsi di wilayah selatan dan pesisir barat, sebagai bagian dari pasukan yang memerangi Houthi.
Houthi kini mengusai sebagai besar wilayah perkotaan, termasuk Sanaa dan pelabuhan utama Hodeidah.
Baca juga: Koalisi pimpinan Saudi akui serangan atas bus di Yaman tak dibenarkan
Negara-negara Barat yang sebagian besar menyediakan persenjataan dan intelijen bagi koalisi, telah menekankan agar perang hampir empat tahun di negara itu diakhiri setelah pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Peristiwa pembunuhan itu membuat mereka meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas Arab Saudi di kawasan.
Konflik di Yaman secara luas dianggap sebagai perang antara Muslim Suni Arab Saudi dan Muslim Syiah Iran, yang dihasut suatu pihak berpengaruh.
Houthi membantah tuduhan bahwa Iran memasok mereka dengan persenjataan dan mengatakan bahwa revolusi mereka menentang korupsi.
Baca juga: Koalisi pimpinan Arab Saudi amankan pelayaran Teluk Bab al-Mandab
Baca juga: Milisi Houthi akui serang pesawat koalisi pimpinan Saudi
Gerilyawan Houthi menguasai Hudaidah saat faksi lain Yaman yang didukung koalisi pimpinan Saudi berusaha memulihkan pemerintah yang diakui masyarakat internasional bertebaran di pinggir kota pelabuhan tersebut.
Kegagalan mereka untuk menarik petempur dari kota itu, berdasarkan kesepakatan gencatan senjata satu-bulan, telah menghidupkan kembali ancaman terhadap serangan besar terhadap Hudaidah, kondisi yang bisa memicu kelaparan.
Dalam enam bulan terakhir saja, perang di Yaman telah memaksa lebih dari setengah juta anak meninggalkan rumah mereka, kata beberapa kelompok bantuan pada Kamis (31/1). Organisasi-organisasi itu memperingatkan bahwa generasi pemuda terancam hilang.
Kebanyakan orang mengungsi selama serangan besar militer terhadap Hudaidah pada Juli dan Agustus tahun lalu dan semuanya menghadapi masa depan "yang suram", karena tak mempunyai akses ke pendidikan dan menghadapi peningkatan risiko serangan penyakit serta kelaparan, kata organisasi anak PBB.
Redaktur: Eliswan Azly
Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019
Tags: