Kementan pantau optimalisasi pemanfaatan alsintan di Sumsel
9 Februari 2019 18:03 WIB
Petani membajak sawahnya dengan menggunakan traktor di Persawahan Samata Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (19/7/2018). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang).
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertanian berupaya agar penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) optimal, khususnya excavator yang diberikan untuk pengembangan lahan rawa lebak dan pasang surut menjadi lahan sawah produktif di Sumatera Selatan.
Direktur Alsintan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Andi Nur Alam Syah, saat melakukan kunjungan kerja pemantauan optimalisasi pemanfaatan Alsintan di Provinsi Sumatera Selatan, Sabtu, menyebutkan Kementan telah menyalurkan bantuan excavator sebanyak 69 unit di Provinsi Sumsel.
"Alsintan dan excavator harus bekerja optimal sehingga lahan rawa menjadi lahan sawah produktif. Dengan demikian, produksi pangan khususnya beras bisa berdaulat dan kesejahteraan petani meningkat," kata Andi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Berdasarkan pantauan, bantuan tersebut bekerja optimal untuk pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, pembuatan jalan usaha tani dan optimasi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut.
Kepala Desa Talang Rejo, Kecamatan Muara Talang, Banyuasin, Sumsel, Hendrik Kuswoyo mengatakan pemanfaatan excavator memberikan hasil dan nilai tambah yang begitu besar bagi pertanian dan petani itu sendiri.
Hendrik menyebutkan dari 1 unit excavator dapat mengerjakan long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 m. Ini dapat mengairi sawah seluas 1.800 hektare dengan indeks pertanaman (IP) 200, yakni menanam padi 2 kali setahun.
"Produktivitas padi yang tadinya 8,5 ton menjadi 13 ton per hektare untuk dua musim tanam. Jadi ada selisih 5 ton per hektar," kata Hendrik.
Sebanyak 5 ton gabah per hektare tersebut, nilainya mencapai Rp20 juta. Dengan demikian, dari total lahan 1.800 hektare, dapat menghasilkan tambahan pendapatan bagi petani mencapai Rp36 miliar.
Hendrik menjelaskan dalam pengerjaan optimalisasi lahan rawa menjadi lahan sawah produktif ini, pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk biaya BBM dan operator.
Total dana desa mencapai Rp800 juta, namun digunakan untuk membuat long storage sepanjang 20 kilometer (km) dengan lebar 2,5 m hanya Rp270 juta.
"Dengan adanya bantuan excavator, pengerjaan ini bisa dilakukan hanya butuh waktu 2 bulan saja. Tapi kalau tidak ada excavator bisa 5 tahun," katanya.
Selain itu jika tidak ada excavator, pengerjaan long storage tersebut juga membutuhkan dana Rp900 juta untuk sewa alat dan bahan bakar minyak Rp160 juta. Belum lagi biaya operator, per meternya sebesar Rp3 juta sehingga total biaya operator untuk long storage sepanjang 20 km tersebut sebanyak Rp60 juta.
Tanpa bantuan excavator, total biaya yang dibutuhkan untuk sewa excavator dan biaya operasional untuk pembuatan long storage sepanjang 20 km dan lebar 2,5 meter sekitar Rp3,5 miliar.
Direktur Alsintan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Andi Nur Alam Syah, saat melakukan kunjungan kerja pemantauan optimalisasi pemanfaatan Alsintan di Provinsi Sumatera Selatan, Sabtu, menyebutkan Kementan telah menyalurkan bantuan excavator sebanyak 69 unit di Provinsi Sumsel.
"Alsintan dan excavator harus bekerja optimal sehingga lahan rawa menjadi lahan sawah produktif. Dengan demikian, produksi pangan khususnya beras bisa berdaulat dan kesejahteraan petani meningkat," kata Andi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Berdasarkan pantauan, bantuan tersebut bekerja optimal untuk pengerukan saluran irigasi yang mengalami pendangkalan, pembuatan jalan usaha tani dan optimasi lahan rawa lebak dan lahan rawa pasang surut.
Kepala Desa Talang Rejo, Kecamatan Muara Talang, Banyuasin, Sumsel, Hendrik Kuswoyo mengatakan pemanfaatan excavator memberikan hasil dan nilai tambah yang begitu besar bagi pertanian dan petani itu sendiri.
Hendrik menyebutkan dari 1 unit excavator dapat mengerjakan long storage sepanjang 20 km dengan lebar 2,5 m. Ini dapat mengairi sawah seluas 1.800 hektare dengan indeks pertanaman (IP) 200, yakni menanam padi 2 kali setahun.
"Produktivitas padi yang tadinya 8,5 ton menjadi 13 ton per hektare untuk dua musim tanam. Jadi ada selisih 5 ton per hektar," kata Hendrik.
Sebanyak 5 ton gabah per hektare tersebut, nilainya mencapai Rp20 juta. Dengan demikian, dari total lahan 1.800 hektare, dapat menghasilkan tambahan pendapatan bagi petani mencapai Rp36 miliar.
Hendrik menjelaskan dalam pengerjaan optimalisasi lahan rawa menjadi lahan sawah produktif ini, pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk biaya BBM dan operator.
Total dana desa mencapai Rp800 juta, namun digunakan untuk membuat long storage sepanjang 20 kilometer (km) dengan lebar 2,5 m hanya Rp270 juta.
"Dengan adanya bantuan excavator, pengerjaan ini bisa dilakukan hanya butuh waktu 2 bulan saja. Tapi kalau tidak ada excavator bisa 5 tahun," katanya.
Selain itu jika tidak ada excavator, pengerjaan long storage tersebut juga membutuhkan dana Rp900 juta untuk sewa alat dan bahan bakar minyak Rp160 juta. Belum lagi biaya operator, per meternya sebesar Rp3 juta sehingga total biaya operator untuk long storage sepanjang 20 km tersebut sebanyak Rp60 juta.
Tanpa bantuan excavator, total biaya yang dibutuhkan untuk sewa excavator dan biaya operasional untuk pembuatan long storage sepanjang 20 km dan lebar 2,5 meter sekitar Rp3,5 miliar.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: