Presiden apresiasi deklarasi-deklarasi anti-hoaks
8 Februari 2019 21:43 WIB
Presiden Joko Widodo dalam acara Silaturahmi Presiden dengan Muslimat NU dan Para Ulama di Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur, Jumat (8/2/2019). (ANTARA/Hanni Sofia)
Cianjur, Jawa Barat (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo mengapresiasi penyelengaraan deklarasi-deklarasi antihoaks, termasuk deklarasi anti-hoaks, anti-fitnah, dan anti-gibah yang dilakukan pada acara Silaturahmi Presiden dengan Muslimat NU dan Para Ulama di Pondok Pesantren Al-Ittihad Cianjur, Jumat.
"Saya sangat menghargai sekali, Bu Khofifah, deklarasi-deklarasi oleh Muslimat NU di mana-mana supaya kita tidak didera oleh perpecahan dan konflik. Kalau sudah perang, sudah konflik, menyembuhkannya dan mengembalikannya sangat sulit," kata Presiden merujuk pada Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa.
Presiden mengatakan bahwa Allah menganugerahi Indonesia dengan keragaman suku, agama, adat, tradisi, hingga bahasa daerah, dan menekankan pentingnya merawat dan menjaga persatuan, kerukunan, dan persaudaraan bangsa dalam keberagaman itu.
"Karena bangsa Indonesia ini adalah bangsa besar. Berbeda-beda dan jumlahnya banyak sekali. Penduduk kita sekarang jumlahnya sudah 260 juta. Kita memiliki 714 suku," katanya.
Presiden kemudian menyebut negara sahabat Afghanistan, dan negara kaya di Timur Tengah yang hancur karena konflik suku yang berkepanjangan.
Kepada para hadirin, Presiden juga menceritakan pengalamannya bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Ibu Negara Rula Ghani.
"Ibu Rula Ghani menyampaikan yang paling rugi hanya dua, satu wanita, yang kedua anak-anak. Tidak bisa ke mana-mana. Beliau menyampaikan sekarang saya bisa naik sepeda saja sudah saya syukuri alhamdulillah. Inilah pengalaman, pelajaran yang bisa kita ambil. Negara yang dulunya aman tenteram kemudian perang karena konflik dua suku," katanya.
Presiden mengatakan deklarasi-deklarasi anti-hoaks penting untuk mengingatkan seluruh komponen bangsa bahwa semua bersaudara.
Kepala Negara tidak ingin pesta politik seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan presiden (pilpres) membuat warga tidak saling sapa.
"Lupa kita ini saudara. Ukhuwah kita harus kita pererat terus, kita jaga, kita rawat. Kok urusan pilihan politik menjadi seperti itu. Karena apa? Di sini ngompori, di sini ngompori, kemudian muncul di tengah-tengah fitnah dan hoaks sehingga antarteman, antartetangga, antarkampung tidak saling bicara," tuturnya.
Menurut Kepala Negara, memilih pemimpin dalam kontestasi politik itu mudah, warga hanya perlu melihat pengalaman, prestasi, program kerja, dan gagasan yang ditawarkan calon pemimpin.
"Jangan dengerin yang namanya fitnah-fitnah, isu-isu yang berkembang. Kalau sudah menjelang, ini kan dua bulan lagi ini, bulan politik ini, isinya pasti simpang siur ke mana-mana," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi silaturahmi dengan Muslimat NU dan ulama Cianjur
"Saya sangat menghargai sekali, Bu Khofifah, deklarasi-deklarasi oleh Muslimat NU di mana-mana supaya kita tidak didera oleh perpecahan dan konflik. Kalau sudah perang, sudah konflik, menyembuhkannya dan mengembalikannya sangat sulit," kata Presiden merujuk pada Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa.
Presiden mengatakan bahwa Allah menganugerahi Indonesia dengan keragaman suku, agama, adat, tradisi, hingga bahasa daerah, dan menekankan pentingnya merawat dan menjaga persatuan, kerukunan, dan persaudaraan bangsa dalam keberagaman itu.
"Karena bangsa Indonesia ini adalah bangsa besar. Berbeda-beda dan jumlahnya banyak sekali. Penduduk kita sekarang jumlahnya sudah 260 juta. Kita memiliki 714 suku," katanya.
Presiden kemudian menyebut negara sahabat Afghanistan, dan negara kaya di Timur Tengah yang hancur karena konflik suku yang berkepanjangan.
Kepada para hadirin, Presiden juga menceritakan pengalamannya bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Ibu Negara Rula Ghani.
"Ibu Rula Ghani menyampaikan yang paling rugi hanya dua, satu wanita, yang kedua anak-anak. Tidak bisa ke mana-mana. Beliau menyampaikan sekarang saya bisa naik sepeda saja sudah saya syukuri alhamdulillah. Inilah pengalaman, pelajaran yang bisa kita ambil. Negara yang dulunya aman tenteram kemudian perang karena konflik dua suku," katanya.
Presiden mengatakan deklarasi-deklarasi anti-hoaks penting untuk mengingatkan seluruh komponen bangsa bahwa semua bersaudara.
Kepala Negara tidak ingin pesta politik seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan presiden (pilpres) membuat warga tidak saling sapa.
"Lupa kita ini saudara. Ukhuwah kita harus kita pererat terus, kita jaga, kita rawat. Kok urusan pilihan politik menjadi seperti itu. Karena apa? Di sini ngompori, di sini ngompori, kemudian muncul di tengah-tengah fitnah dan hoaks sehingga antarteman, antartetangga, antarkampung tidak saling bicara," tuturnya.
Menurut Kepala Negara, memilih pemimpin dalam kontestasi politik itu mudah, warga hanya perlu melihat pengalaman, prestasi, program kerja, dan gagasan yang ditawarkan calon pemimpin.
"Jangan dengerin yang namanya fitnah-fitnah, isu-isu yang berkembang. Kalau sudah menjelang, ini kan dua bulan lagi ini, bulan politik ini, isinya pasti simpang siur ke mana-mana," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi silaturahmi dengan Muslimat NU dan ulama Cianjur
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: