Yunus jelaskan "Beneficial Ownership" terkait Eddy Sindoro
8 Februari 2019 18:20 WIB
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein (kanan) dan Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi (kiri) memberi kesaksian dalam sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (9/10/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.
Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum perbankan Yunus Husein menjelaskan mengenai "beneficial ownership" atau pemilik manfaat dari korporasi dalam perkara bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.
"Pengendali korporasi bahkan tidak duduk sama sekali dalam korporasi itu tapi ikut mengendalikan. Misalnya Setya Novanto diduga menerima uang dari PT Murakabi, padahal dia tidak duduk sebagai komisaris, dia itu 'beneficial ownership'," kata Yunus Husein di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Yunus menjadi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam perkara bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat Edy Nasution agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).
Eddy Sindoro adalah bekas Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC), Paramount Enterprise Internasional, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).
Perusahaan-perusahaan itu dalam dakwaan JPU disebut sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Grup itu kalau ada hubungan kepemilikan, ada hubungan manajemen, hubungan transaksi keuangan atau hubungan penguasa dan penjaminan. Tidak cuma hubungan darah, tapi yang penting dia mengendalikan walaupun orangnya sudah berhenti dari perusahaan tapi masih punya pengaruh. Misalnya dia tadinya pejabat tinggi tapi pengaruhnya tidak hilang, apalagi di Indonesia sangat kuat budayanya," tambah Yunus.
Keterangan Yunus itu merujuk pada Peraturan Presiden No 13 tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang diundangkan pada 1 Maret 2018. Yunus Husein adalah ketua tim perumus perpres tersebut.
Dalam pasal 4 ayat e Perpres No 13 tahun 2018 disebutkan bahwa pemilik manfaat dari perseroan terbatas adalah orang yang memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun.
Korporasi pun harus menyampaikan informasi mengenai pemilik manfaat kepada pendiri atau pengurus korporasi, notaris atau pihak lain yang diberi kuasa, bila melanggar maka regulator yaitu pemerintah dapat memberikan sanksi terhadap korporasi tersebut.
"Bagi korporasi lama diberikan waktu 1 tahun untuk melaporkan BO kepada notaris sedangkan bagi perusahaan baru sudah harus wajib melaporkannya, kalau tidak melaporkan maka yang menentukan sanksi adalah regulatornya," tambah Yunus.
Baca juga: Nurhadi sampaikan Eddy Sindoro hanya curhat
Baca juga: Eddy Sindoro ditangkap bukan berdasarkan daftar merah
"Pengendali korporasi bahkan tidak duduk sama sekali dalam korporasi itu tapi ikut mengendalikan. Misalnya Setya Novanto diduga menerima uang dari PT Murakabi, padahal dia tidak duduk sebagai komisaris, dia itu 'beneficial ownership'," kata Yunus Husein di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Yunus menjadi ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam perkara bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro yang didakwa memberikan uang sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS kepada panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat Edy Nasution agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).
Eddy Sindoro adalah bekas Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC), Paramount Enterprise Internasional, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (AAL).
Perusahaan-perusahaan itu dalam dakwaan JPU disebut sedang berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Grup itu kalau ada hubungan kepemilikan, ada hubungan manajemen, hubungan transaksi keuangan atau hubungan penguasa dan penjaminan. Tidak cuma hubungan darah, tapi yang penting dia mengendalikan walaupun orangnya sudah berhenti dari perusahaan tapi masih punya pengaruh. Misalnya dia tadinya pejabat tinggi tapi pengaruhnya tidak hilang, apalagi di Indonesia sangat kuat budayanya," tambah Yunus.
Keterangan Yunus itu merujuk pada Peraturan Presiden No 13 tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang diundangkan pada 1 Maret 2018. Yunus Husein adalah ketua tim perumus perpres tersebut.
Dalam pasal 4 ayat e Perpres No 13 tahun 2018 disebutkan bahwa pemilik manfaat dari perseroan terbatas adalah orang yang memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun.
Korporasi pun harus menyampaikan informasi mengenai pemilik manfaat kepada pendiri atau pengurus korporasi, notaris atau pihak lain yang diberi kuasa, bila melanggar maka regulator yaitu pemerintah dapat memberikan sanksi terhadap korporasi tersebut.
"Bagi korporasi lama diberikan waktu 1 tahun untuk melaporkan BO kepada notaris sedangkan bagi perusahaan baru sudah harus wajib melaporkannya, kalau tidak melaporkan maka yang menentukan sanksi adalah regulatornya," tambah Yunus.
Baca juga: Nurhadi sampaikan Eddy Sindoro hanya curhat
Baca juga: Eddy Sindoro ditangkap bukan berdasarkan daftar merah
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: