Jakarta (ANTARA News) - Senior Associate Director Research Colliers International (konsultan properti) Ferry Salanto menyatakan, penerapan "transit oriented development" (TOD) dapat menambah pemasukan bagi Moda Raya Transportasi (MRT) Jakarta.

"TOD itu artinya pembangunan yang berorientasi kepada interkoneksi yang menghubungkan residensial dan bisnis sehingga terkonsentrasi," kata Ferry Salanto ketika dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.

Menurut Ferry, dengan adanya konsentrasi antara kawasan pemukiman dan komersial seperti itu bisa memacu properti yang memudahkan untuk mengakses sehingga menjadi tujuan sehingga juga dapat meningkatkan pendapatan dari berbagai stasiun MRT.

Ia menuturkan bahwa dengan penerapan TOD yang tepat, maka beragam properti dapat disewakan di titik-titik konsentrasi tersebut sehingga harapannya pemasukan itu juga bisa digunakan untuk menyubsidi biaya MRT.

Dengan melesatnya integrasi konsep antara TOD dengan moda transportasi massal seperti MRT, maka ke depannya yang menjadi permasalahan bukan lagi jarak tempuh, tetapi lebih kepada waktu tempuh warga.

Sebagaimana diwartakan, MRT Jakarta harus dapat benar-benar terintegrasi dengan konsep "transit oriented development" atau pengembangan kawasan yang memudahkan orang-orang di dalamnya untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya.

"Selama ini belum ada langkah kongkrit penerapan TOD (dalam MRT Jakarta)," kata pengamat transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas.

Menurut dia, agar konsep TOD benar-benar diselaraskan dalam MRT, harus mengurangi egoisme sektoral baik dari segi swasta maupun pihak pemerintah.

Darmaningtyas mencontohkan, perpaduan TOD-MRT yang baik dapat dilihat di negara tetangga, Singapura, di mana akses untuk MRT juga berada di balik berbagai kawasan komersial seperti perkantoran dan pertokoan.

Sebelumnya, pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan, penerapan konsep "transit oriented development" (TOD) yang dilakukan di sejumlah titik di Jabodetabek masih salah kaprah dan kurang sesuai.

Djoko memaparkan, TOD yang sebenarnya adalah konsep pengembangan suatu wilayah yang berorientasi transit transportasi yang lebih mengedepankan perpindahan antarmoda transportasi dengan berjalan kaki atau upaya yang tidak menggunakan kendaraan bermotor.

Namun di Indonesia, menurut dia, konsep TOD lebih diterjemahkan dalam membangun apartemen dan gedung bisnis di stasiun kereta. "Kendali TOD di pemerintah atau pemda bukan pebisnis," katanya.

Ia berpendapat bahwa pada saat ini di Jabodetabek, pemerintah hanya berperan dalam pemberian izin bangunan saja. Djoko juga menyoroti mengapa TOD diterjemahkan dengan perlunya ada ruang parkir untuk memfasilitasi kendaraan pribadi warga.

Padahal seharusnya yang diutamakan adalah bagaimana masyarakat dapat berpindah-pindah dengan beragam moda angkutan umum hanya dengan berjalan kaki saja.
Baca juga: Ini kata pengamat tentang konsep MRT yang benar
Baca juga: Perumnas lanjutkan pembangunan proyek TOD pada 2019