Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis investasi dan ekspansi meningkat pada 2019 dibandingkan tahun sebelumnya.

“Meskipun di kuartal terakhir kemarin, ada turbulensi ekonomi dengan fluktuasi matga uang dan perang dagang. Tetapi sekarang terihat jelas bahwa optimisme sudah terbangun,” kata Airlangga lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.

Airlangga menyampaikan hal itu pada EuroCham Outlook Ekonomi dan Investasi Indonesia 2019 di Jakarta.

Menperin menyampaikan, dengan kerja sama yang baik antara Kemenperin dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), beberapa investor di sektor strategis seperti industri petrokimia dan baja mulai masuk lagi ke Indonesia.

“Misalnya, Lotte yang telah ground breaking, itu akan selesai pada tahun 2022 untuk menambah satu juta ton produk plastik dan turunannya,” ungkapnya.

Selain itu, klaster industri baja di Cilegon sedang ditargetkan mampu produksi sebanyak 10 juta ton pada 2025.

Ini tidak terlepas adanya kolaborasi antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan sejumlah produsen baja skala global seperti Posco, Nippon Steel, Osaka Steel, dan Sango Corporation.

Melalui peningkatan investasi dan ekspansi tersebut, terjadi pendalaman struktur di industri baja dan substitusi produk impor.

“Sebab, selama dua dekade lalu, investasi petrokimia dan baja ini terhenti. Nah, sekarang mulai bergerak kembali. Selain kapasitas klaster Cilegon bertambah, di klaster Jawa Timur juga terjadi dari divestasi Freeport yang masuk bikin copper smelter,” paparnya.

Kemudian, perusahaan-perusahaan smelter nikel di kawasan industri Sulawesi Tengah, sudah mampu ekspor senilai 5 miliar dolar AS dan mengalami kenaikan hingga 78 persen ke pasar Amerika Serikat.

Inipun menunjukkan, daya saing industri di Indonesia dinilai kompetitif di kancah global.

“Menandakan pula bahwa minat ekspansi di sektor industri tidak hanya dari investor dalam negeri, tetapi juga luar negeri,” imbuhnya.

Airlangga menambahkan, ekspor perdana smarthome router ke Amerika Serikat yang dilakukan oleh PT Sat Nusapersada di Batam, juga mengindikasan adanya gairah industri di Indonesia selain di China dan Vietnam.

“Tahun ini, akan segera direalisasikan investasi dari sektor industri pertokimia, otomotif dan baja sehingga nantinya timbul bandwagon effect terhadap investor-investor lainnya,” ujarnya.

Untuk itu, Kemenperin turut memacu perjanjian kerja sama komprehensif dengan negara-negara potensial.

“Contohnya, mempercepat CEPA dengan Uni Eropa, yang akan mendorong industri otomotif Jerman untuk investasi lagi di Indonesia,” terangnya.

Menperin meyakini, prospek industri tesktil, pakaian, dan alas kaki bakal tumbuh positif pada tahun 2019. Sebab, ada beberapa perusahaan yang akan merelokasi atau memindah ordernya ke Indonesia seiring terjadi perang dagang AS-China.

“Jadi, peluangnya kepada Indonesia terus meningkat,” katanya.

Kemenperin akan fokus menggenjot investasi di lima sektor yang menjadi prioritas dalam Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika.

Namun demikian, sektor lain juga dipacu seperti industri pulp dan kertas serta baja.

“Tahun ini, pabrik rayon segera beroperasi di Sumatera Selatan dan Riau,” lanjutnya.

Berdasarkan data yang dirilis BKPM, realisasi investasi industri manufaktur pada 2018 mencapai Rp222,3

Industri makanan mencatatkan realisasi investasi terbesar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp39,1 triliun. Selanjutnya, diikuti industri kimia dan farmasi dengan nilai investasi sebesar Rp13,3 triliun.

Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA), sektor industri pengolahan yang investasinya terbesar adalah industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya senilai 2,2 miliar dolar AS.

Selain itu, investasi industri kimia dan farmasi senilai 1,9 miliar dolar AS serta industri makanan sebesar 1,3 miliar dolar AS.