Presiden minta layanan pertanahan berbasis digital
6 Februari 2019 14:58 WIB
Presiden membuka rapat kerja nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Tertanahan Nasional 2019 di Istana Negara Jakarta pada Rabu (6/2/2019) (ANTARA News/Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo meminta layanan pertanahan yang diberikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berbasis digital.
"Berkaitan dengan pelayanan pertanahan, saya minta, saya sudah minta 3 tahun yang lalu segera ditransformasikan ke sistem pelayanan berbasis digital. Semua negara sudah melakukannya, kalau tidak, kita akan tertinggal," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Presiden menyampaikan hal itu dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Tertanahan Nasional 2019 yang juga dihadiri oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan sekitar 800 pegawai eselon 1 dan 2 Kementerian ATR/BPN.
"Saya sampaikan sekali lagi, negara cepat mengalahkan negara yang lambat, karena itu segala hal kita harus cepat. Dunia sudah berubah total karena kemajuan teknologi dan layanan pertanahan harus bisa diakses dari mana saja, Kantor Petanahan tidak harus padat orang mengantre," ungkap Presiden.
Kemudahan akses layanan pertanahan menggunakan pelayanan digital itu, menurut Presiden, dapat meningkatkan 'ease of doing business' Indonesia ke peringkat yang lebih baik lagi.
"Karena pengurusan sertifikat juga menjadi penilaian dalam 'ease of doing business', karena itu saya minta tahun ini dimulai sistem pelayanan berbasis digital dan diterapkan di Kementerian ATR/BPN, saya minta mulai transformasikan 'bussiness process' secara digital. Semua dokumen ditransformasi ke digital, ini tidak sulit" kata Presiden.
Presiden mengungkapkan dalam membangun sistem digital tersebut bukanlah sesuatu yang mahal.
"Bukan hal yang sulit sehingga pelayanan dilakukan elektronik, 'real-time', aman dan menolong masyarakat maupun yang berkaitan dengan investasi. Tentu saya minta sistem manajemen SDM di Kementerian ATR/BPN ditingkatkan mulai rekrutmen, 'upgrading', sistem kinerja berbabsi kompetensi dan penerapan 'reward and punishment'," kata Presiden.
Presiden mengungkapkan bahwa setidaknya ada 126 juta bidang tanah yang belum bersertifikat dan baru terselesaikan 46 juta sertifikat.
"Ini yang harus kita kejar, kita rampungkan dan kalau ada hambatan, kita carikan solusinya. Misalnya pada 2015, pak menteri menyampaikan ada kekurangan juru ukur ya cari juru ukur, masa tahu kurang kita diamkan? Tahu kurang apa solusinya apa, termasuk kalau perlu menggunakan juru ukur swasta kenapa tidak?" ungkap Presiden.
Presiden menargetkan pada 2025 seluruh tanah di Indonesia harus selesai disertifikasi.
"Saya yakin akan selesai dengan cara kerja seperti 2-3 tahun ini dan bila sudah seluruhnya berseritifkat maka konflik pertanahan, maka sengketa lahan tidak ada lagi dan kita bisa melakukan lompatan kemajuan karena rakyat bisa menggunakan sertikat mereka sebagai agunan sehingga menggerakkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Presiden.
"Berkaitan dengan pelayanan pertanahan, saya minta, saya sudah minta 3 tahun yang lalu segera ditransformasikan ke sistem pelayanan berbasis digital. Semua negara sudah melakukannya, kalau tidak, kita akan tertinggal," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu.
Presiden menyampaikan hal itu dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Tertanahan Nasional 2019 yang juga dihadiri oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan sekitar 800 pegawai eselon 1 dan 2 Kementerian ATR/BPN.
"Saya sampaikan sekali lagi, negara cepat mengalahkan negara yang lambat, karena itu segala hal kita harus cepat. Dunia sudah berubah total karena kemajuan teknologi dan layanan pertanahan harus bisa diakses dari mana saja, Kantor Petanahan tidak harus padat orang mengantre," ungkap Presiden.
Kemudahan akses layanan pertanahan menggunakan pelayanan digital itu, menurut Presiden, dapat meningkatkan 'ease of doing business' Indonesia ke peringkat yang lebih baik lagi.
"Karena pengurusan sertifikat juga menjadi penilaian dalam 'ease of doing business', karena itu saya minta tahun ini dimulai sistem pelayanan berbasis digital dan diterapkan di Kementerian ATR/BPN, saya minta mulai transformasikan 'bussiness process' secara digital. Semua dokumen ditransformasi ke digital, ini tidak sulit" kata Presiden.
Presiden mengungkapkan dalam membangun sistem digital tersebut bukanlah sesuatu yang mahal.
"Bukan hal yang sulit sehingga pelayanan dilakukan elektronik, 'real-time', aman dan menolong masyarakat maupun yang berkaitan dengan investasi. Tentu saya minta sistem manajemen SDM di Kementerian ATR/BPN ditingkatkan mulai rekrutmen, 'upgrading', sistem kinerja berbabsi kompetensi dan penerapan 'reward and punishment'," kata Presiden.
Presiden mengungkapkan bahwa setidaknya ada 126 juta bidang tanah yang belum bersertifikat dan baru terselesaikan 46 juta sertifikat.
"Ini yang harus kita kejar, kita rampungkan dan kalau ada hambatan, kita carikan solusinya. Misalnya pada 2015, pak menteri menyampaikan ada kekurangan juru ukur ya cari juru ukur, masa tahu kurang kita diamkan? Tahu kurang apa solusinya apa, termasuk kalau perlu menggunakan juru ukur swasta kenapa tidak?" ungkap Presiden.
Presiden menargetkan pada 2025 seluruh tanah di Indonesia harus selesai disertifikasi.
"Saya yakin akan selesai dengan cara kerja seperti 2-3 tahun ini dan bila sudah seluruhnya berseritifkat maka konflik pertanahan, maka sengketa lahan tidak ada lagi dan kita bisa melakukan lompatan kemajuan karena rakyat bisa menggunakan sertikat mereka sebagai agunan sehingga menggerakkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Presiden.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: