Jakarta (ANTARA News) - Pengamat sektor transportasi, Darmaningtyas mengemukakan bahwa penentuan tarif MRT Jakarta sangat tergantung kepada arah politik dari otoritas yang menentukan, karena ada berbagai opsi yang perlu dipertimbangkan guna menentukannya.

"Penentuan tarif itu sifatnya politis, tergantung pemerintahnya," kata Darmaningtyas ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, untuk penentuan tarif sebenarnya sudah banyak komponen pastinya, seperti bagaimana beban investasi yang digelontorkan hingga biaya operasionalnya.

Namun, ia juga berpendapat bahwa tidak bisa hanya ditentukan secara sepihak, karena juga harus dipikirkan misalnya dari segi warga sebagai penggunanya.

Darmaningtyas memaparkan, ada dua jenis tarif yang bisa digunakan, yaitu tarif flat (tidak tergantung jarak) dan tarif berdasarkan jarak atau antarstasiun.

"Kalau untuk kepentingan menarik perhatian masyarakat maka berdasarkan jarak, tetapi kalau untuk kepentingan bisnis mesti flat," ucapnya.

Mengenai manajemen MRT Jakarta yang mengusulkan tarif sebesar Rp8.500 per 10 kilometer, Darmaningtyas menyatakan tarif itu karena MRT baru tahap promosi atau masih awal.

Ia mengusulkan agar untuk tarif pertama kali adalah Rp10.000, dan kemudian setelah setahun, tarif itu dievaluasi tergantung jumlah penggunanya.

Sebelumnya, Manajemen PT Moda Raya Transportasi (MRT) mengusulkan tarif sebesar Rp8.500 per 10 kilometer kepada Pemprov DKI Jakarta dan masih menunggu persetujuan.

Menurut Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar di Jakarta, Rabu (30/1), sebenarnya biaya dana yang dibutuhkan satu orang dalam satu perjalanan sekitar Rp30 ribu per orang.

"Namun hal tersebut tidak bisa dibebankan pada masyarakat," kata Dirut MRT.

Mengingat masih cukup banyak kekurangan tersebut, kata William, pihaknya berupaya mengembangkan bisnis untuk memenuhi kekurangan pendapatan pada tiket.

Baca juga: Tarif MRT Rp8.500 dinilai masih batas kewajaran

Baca juga: Kisaran tarif MRT Rp8.500-Rp10.000

Baca juga: Tarif bijak untuk MRT berkelanjutan