Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sedang mengembangan pusat data Fintech guna mengindikasi peminjam yang nakal.

"Tujuan dari pusat data Fintech adalah mengurangi risiko serta mengurangi risiko kredit dari platform, supaya kita bisa mengetahui siapa saja calon peminjam yang memiliki pinjaman berlebih dan kemudian calon peminjam yang melewati masa pinjaman jatuh temponya," ujar Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan bahwa pusat data tersebut juga untuk menambah informasi sebagai fintech guna menganalisa informasi.

"Proyek (pusat data) ini sedang berjalan, proses pengembangannya sedang berjalan. Harapan kita tidak terlalu lama," kata Sunu.

Pengembangan pusat data Fintech yang sedang dikembangkan itu terutama untuk mengindikasi peminjam nakal.

Jika peminjam tidak melunasi utang dalam waktu 90 hari, maka akan tercatat dalam pusat data tersebut sebagai peminjam bermasalah.

AFPI juga telah membentuk komite etik yang akan mengawasi pelaksanaan kode etik operasional atau "code of conduct" (CoC) Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau dikenal sebagai pendanaan online.

Hal tersebut akan melindungi konsumen, seperti diantaranya larangan mengakses kontak, dan juga penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman.

Selain itu AFPI juga akan menerapkan sertifikasi lembaga penagihan, di dalamnya diatur pelarangan penyalahgunaan data nasabah dan kewajiban melaporkan prosedur penagihan.

Serfitikasi tersebut bertujuan untuk memitigasi peredaran pinjaman online ilegal dan proses penagihannya kepada nasabah yang disertai teror dalam beberapa waktu terakhir meresahkan masyarakat.

Baca juga: Lindungi nasabah fintech, AFPI sediakan posko pengaduan
Baca juga: Asosiasi dukung pemerintah blokir "fintech" ilegal