Di Bayan-Lombok Utara, SLB tingkat SD-SMP kekurangan guru
4 Februari 2019 17:24 WIB
MATARAM, 13/5 - HARI TERAKHIR. Fande Surya Atmaja (14) mengikuti UASBN di SLB B&C Darma Wanita Mataram, NTB, Rabu (13/5). 11 siswa dengan kebutuhan khusus mengikuti UASBN tahun ini di SLB tersebut, yang terdiri dari penderita Tuna Rungu Wicara dan Tuna Grahita. FOTO ANTARA/Budi Afandi/ed/pd/09
Oleh Riza Fahriza dan Mahmud
Mataram, (ANTARA News) - Sekolah Luar Biasa (SLB) tingkat SD dan SMP di Dusun Telaga Bagek, Desa Anyar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, kekurangan tenaga pengajar.
"Kendala yang kami hadapi untuk saat ini adalah kurangnya tenaga pengajar," kata Indra, guru di sekolah tersebut, saat ditemui, Senin.
Indra mengatakan pengajar yang masih aktif di sekolah ini berjumlah enam orang.
SLB Bayan ada dua tingkatan, sekolah dasar (SD) dan SMP. Murid SD berjumlah 20 murid dan SMP sebanyak empat murid. "Totalnya 24 siswa," kata Indra.
Indra mengungkapkan bahwa untuk mengajari murid tersebut harus dilakukan secara tatap muka satu persatu dan hal ini lebih optimal dalam pengajaran.
Ia berharap ke depannya ada tambahan tenaga pengajar di sekolah ini, sehingga proses belajar mengajar lebih efektif lagi.
Hal senada disamaikan Erna, guru di SLB Bayan. Ia mengatakan sekolah masih kekurangan tenaga pengajar, seperti saat ini guru yang berlatar belakang pengajar tunanetra hanya satu orang, selebihnya guru biasa.
Erna mengungkapkan kecacatan siswa-siswi bermacam-macam, seperti tuna netra (buta), tuna rungu (tuli), tuna wicara (bisu), tuna daksa (cacat fisik), dan tuna grahita (keterbelakangan mental).
"Kami sebagai pengajar pun harus memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi mereka, karena diantara mereka banyak pula yang nakal," katanya.
Baca juga: Lifya, potret kegigihan guru pendidikan luar biasa
Baca juga: Gaji guru SLB cuma Rp200.000 sebulan
Mataram, (ANTARA News) - Sekolah Luar Biasa (SLB) tingkat SD dan SMP di Dusun Telaga Bagek, Desa Anyar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, kekurangan tenaga pengajar.
"Kendala yang kami hadapi untuk saat ini adalah kurangnya tenaga pengajar," kata Indra, guru di sekolah tersebut, saat ditemui, Senin.
Indra mengatakan pengajar yang masih aktif di sekolah ini berjumlah enam orang.
SLB Bayan ada dua tingkatan, sekolah dasar (SD) dan SMP. Murid SD berjumlah 20 murid dan SMP sebanyak empat murid. "Totalnya 24 siswa," kata Indra.
Indra mengungkapkan bahwa untuk mengajari murid tersebut harus dilakukan secara tatap muka satu persatu dan hal ini lebih optimal dalam pengajaran.
Ia berharap ke depannya ada tambahan tenaga pengajar di sekolah ini, sehingga proses belajar mengajar lebih efektif lagi.
Hal senada disamaikan Erna, guru di SLB Bayan. Ia mengatakan sekolah masih kekurangan tenaga pengajar, seperti saat ini guru yang berlatar belakang pengajar tunanetra hanya satu orang, selebihnya guru biasa.
Erna mengungkapkan kecacatan siswa-siswi bermacam-macam, seperti tuna netra (buta), tuna rungu (tuli), tuna wicara (bisu), tuna daksa (cacat fisik), dan tuna grahita (keterbelakangan mental).
"Kami sebagai pengajar pun harus memiliki kesabaran ekstra dalam menghadapi mereka, karena diantara mereka banyak pula yang nakal," katanya.
Baca juga: Lifya, potret kegigihan guru pendidikan luar biasa
Baca juga: Gaji guru SLB cuma Rp200.000 sebulan
Pewarta: Riza Fahriza dan Mahmud
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: