Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah makin fokus menggenjot kinerja industri pengolahan berorientasi ekspor untuk memperbaiki struktur perekonomian saat ini, mengingat produk manufaktur telah memberikan kontribusi terbesar pada ekspor nasional.

"Industri manufaktur mampu menyumbang nilai ekspor hingga 74 persen. Selain itu, berkontribusi terhadap PDB sebesar 20 persen serta untuk perpajakan sekitar 30 persen," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Minggu.

Dari capaian tersebut, lanjutnya, industri manufaktur berperan penting dalam memacu nilai investasi dan ekspor, sehingga menjadi sektor andalan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen merevitalisasi industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0 agar juga siap memasuki era revolusi industri 4.0.

"Roadmap menyebutkan, kenaikan signifikan ekspor netto akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Diperkirakan, 5-10 persen rasio ekspor netto terhadap PDB pada tahun 2030,¿ ungkap Menperin.

Artinya, pada era digital, industri manufaktur nasional akan lebih berdaya saing di kancah global.

Kementerian Perindustrian mencatat ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat dalam empat tahun terakhir.

Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai 108,6 miliar dolar AS dan naik menjadi 110,5 miliar dolar AS pada 2016.

Lalu, pada 2017, tercatat di angka 125,1 miliar dolar AS dan melonjak hingga 129,9 miliar dolar AS pada 2018.

"Jadi, pada tahun 2019, kami akan lebih genjot lagi sektor industri untuk meningkatkan ekspor, terutama yang punya kapasitas lebih," ungkapnya.

Baca juga: Kemenko pastikan empat komodtas ekspor bebas kewajiban laporan surveyor
Baca juga: BPS: Industri manufaktur tumbuh, tapi agak melambat