Ujicoba biodisel B50, berhasil tempuh perjalanan Medan-Jakarta
3 Februari 2019 18:06 WIB
Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Hasril Hasan Siregar (tiga dari kiri) melepas ujicoba penggunaan biodisel B50 untuk kendaraan bermotor menempuh perjalanan Medan-Jakarta, di Medan, Jumat (25/1/2019) (Dok. PPKS)
Jakarta, (ANTARA News) – Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melaksanakan ujicoba penggunaan biodiesel 50 persen (B50) pada dua mobil bermesin diesel menempuh perjalanan dari Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (25/1) dan tiba di Jakarta, Senin (28/1).
Setelah menembus jalur lintas timur Sumatera selama tiga hari perjalanan sepanjang 2.300 kilometer, mobil dengan jenis dan merek sama tersebut tiba di ibu kota tanpa hambatan apapun.
"Alhamdulillah lancar, mobil tidak mengalami hambatan apapun. Tapi saya tegaskan bahwa ini adalah hasil sementara," ujar Ketua Tim Road Test Biodiesel B50 PPKS Muhammad Ansori Nasution ketika di Jakarta, Minggu.
Menurut doktor dari Tsukuba University Japan ini, penggunaan B50 dan B20 menghasilkan data konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang yang berbeda.
Selain itu, hasil dyno test menunjukkan bahwa power mobil yang menggunakan B50, lebih rendah empat persen dibanding pada mobil yang menggunakan B20.
"Data lebih lengkap akan saya laporkan setelah kedua kendaraan menempuh perjalanan kembali dari Jakarta ke Medan,” kata Peneliti Rekayasa Teknologi & Pengelolaan Lingkungan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) itu.
Berdasarkan pengakuan pengemudi, lanjutnya, mobil yang menggunakan B50 lebih responsif. Berdasarkan konsumsi bahan bakar, mobil uji yang menggunakan B50 sedikit lebih boros jika dibandingkan mobil kontrol yang menggunakan B20.
Jika mobil kontrol dalam satu liter bahan bakar bisa menempuh perjalanan sejauh 10,86 kilometer, mobil uji hanya 10,61 kilometer.
"Namun dari rata-rata emisi gas buang mobil uji lebih ramah lingkungan ketimbang mobil kontrol," tegas Ansori.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono mengapreasiasi ujicoba yang dilakukan PPKS ini.
Menurutnya, dengan semakin tingginya harga minyak bumi akhir-akhir ini, sudah saatnya Indonesia lebih meningkatkan penggunaan
biodiesel khususnya berasal kelapa sawit, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.
"Penggunaan biodiesel untuk kendaraan bermotor di dalam negeri yang berfungsi ganda yaitu diversifikasi produk hilir kelapa sawit dan
penyediaan energi ramah lingkungan. Di samping itu sekaligus dapat menghemat devisa impor minyak fosil," katanya.
Sementara itu Direktur PPKS Hasril Hasan Siregar mengatakan bahwa salah satu produk hilir dari minyak sawit yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, terutama untuk mesin diesel.
"Biodiesel ialah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak beracun dan dibuat dari minyak nabati," tegas Hasril.
Baca juga: Tekad menuju "green diesel" ramah lingkungan
Baca juga: Pemerintah diharapkan tetap fokus kembangkan biodisel
Setelah menembus jalur lintas timur Sumatera selama tiga hari perjalanan sepanjang 2.300 kilometer, mobil dengan jenis dan merek sama tersebut tiba di ibu kota tanpa hambatan apapun.
"Alhamdulillah lancar, mobil tidak mengalami hambatan apapun. Tapi saya tegaskan bahwa ini adalah hasil sementara," ujar Ketua Tim Road Test Biodiesel B50 PPKS Muhammad Ansori Nasution ketika di Jakarta, Minggu.
Menurut doktor dari Tsukuba University Japan ini, penggunaan B50 dan B20 menghasilkan data konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang yang berbeda.
Selain itu, hasil dyno test menunjukkan bahwa power mobil yang menggunakan B50, lebih rendah empat persen dibanding pada mobil yang menggunakan B20.
"Data lebih lengkap akan saya laporkan setelah kedua kendaraan menempuh perjalanan kembali dari Jakarta ke Medan,” kata Peneliti Rekayasa Teknologi & Pengelolaan Lingkungan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) itu.
Berdasarkan pengakuan pengemudi, lanjutnya, mobil yang menggunakan B50 lebih responsif. Berdasarkan konsumsi bahan bakar, mobil uji yang menggunakan B50 sedikit lebih boros jika dibandingkan mobil kontrol yang menggunakan B20.
Jika mobil kontrol dalam satu liter bahan bakar bisa menempuh perjalanan sejauh 10,86 kilometer, mobil uji hanya 10,61 kilometer.
"Namun dari rata-rata emisi gas buang mobil uji lebih ramah lingkungan ketimbang mobil kontrol," tegas Ansori.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono mengapreasiasi ujicoba yang dilakukan PPKS ini.
Menurutnya, dengan semakin tingginya harga minyak bumi akhir-akhir ini, sudah saatnya Indonesia lebih meningkatkan penggunaan
biodiesel khususnya berasal kelapa sawit, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.
"Penggunaan biodiesel untuk kendaraan bermotor di dalam negeri yang berfungsi ganda yaitu diversifikasi produk hilir kelapa sawit dan
penyediaan energi ramah lingkungan. Di samping itu sekaligus dapat menghemat devisa impor minyak fosil," katanya.
Sementara itu Direktur PPKS Hasril Hasan Siregar mengatakan bahwa salah satu produk hilir dari minyak sawit yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, terutama untuk mesin diesel.
"Biodiesel ialah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak beracun dan dibuat dari minyak nabati," tegas Hasril.
Baca juga: Tekad menuju "green diesel" ramah lingkungan
Baca juga: Pemerintah diharapkan tetap fokus kembangkan biodisel
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: