Pegiat nilai penegakan hukum atas penganiayaan hewan masih lemah
2 Februari 2019 17:32 WIB
Arsip Foto - Relawan Animal Friend Manado Indonesia (AFMI) memberi makan anjing yang diperjualbelikan untuk konsumsi di Pasar Karombasan, Manado, Sulawesi Utara, Senin (4/4). Aksi sosial berupa memberi makan, vaksinasi, merawat hewan terlantar serta kampanye untuk berhenti mengkonsumsi daging anjing dan kucing, dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari Hewan Terlantar se-Dunia yang jatuh setiap 4 April. (ANTARA FOTO/Adwit B Pramono)
Jakarta (ANTARA News) - Pegiat hak-hak hewan nilai penegakan hukum atas penganiayaan hewan domestik masih sangat lemah, hal itu dikatakan oleh Shanti Rachmand saat ditemui wartawan di Jakarta, Sabtu.
Shanti yang juga caleg DPR RI dari partai Nasdem menilai Indonesia telah mempunyai aturan hukum jika ada penganiayaan terhadap hewan, namun pasal-pasal tersebut kurang diketahui oleh aparat penegak hukum.
"Contohnya saja Pasal 302 KUHP yang sayangnya banyak penegak hukum tidak mengetahuinya. Padahal siapa pun yang memukuli hewan itu bisa dipidana," kata Shanti yang telah berjuang untuk hak-hak hewan selama 20 tahun.
Selain itu undang-undang mengenai kesejahteraan hewan belum berada dalam satu atap, yang mengakibatkan sulitnya keadilan untuk hewan-hewan ditegakkan.
Dia mengatakan hak-hak hewan sangat perlu diperhatikan, karena memperhatikan hak hewan adalah bentuk kedaulatan bangsa.
"Di Indonesia isinya tidak hanya manusia, ada juga hewan yang hidup berdampingan dengannya oleh sebab itu kewajiban kita untuk memperhatikan kesejahteraan mereka," kata dia.
Sebab itu sudah saatnya kesejahteraan hewan menjadi agenda politik di Indonesia, apalagi di banyak negara sudah memasukkan agenda tersebut sebagai salah satu fokus pembangunan negara.
Dia pun mendorong adanya undang-undang khusus hewan domestik yang bersandarkan pada hak-hak hewan, yaitu bebas dari lapar dan haus, bebas dari merasa tidak nyaman, bebas dari luka, sakit dan penyakit, bebas berekspresi seusai sifat alaminya, dan bebas dari rasa takut dan penderitaan.
Sementara itu pegiat lainnya, dr. Susana Somali mengatakan saat ini ada beberapa kasus penganiayaan hewan yang telah mendapat hukuman, namun masih sebatas kasus perdata.
"Saya harap memang pelaku penganiaya hewan bisa dibui, tidak hanya dianggap sebagai kasus perdata saja," kata dokter spesialis patologi klinik yang memiliki penampungan bagi hewan terlantar itu.
Dia mengatakan undang-undang dan pasal-pasal di KUHP mengenai penganiayaan hewan telah diatur tetapi karena penegakan hukum yang lemah maka hukuman bagi pelaku hanya sampai pada hukum perdata.
"Oleh sebab itu advokasi dan edukasi kepada masyarakat pun harus ditingkatkan demi melindungi hewan-hewan tersebut," kata perempuan yang telah menampung 1.000 lebih hewan terlantar.
Baca juga: Istana kerja sama dengan IPB rawat satwa
Baca juga: Tips berpergian menggunakan mobil bersama hewan peliharaan
Shanti yang juga caleg DPR RI dari partai Nasdem menilai Indonesia telah mempunyai aturan hukum jika ada penganiayaan terhadap hewan, namun pasal-pasal tersebut kurang diketahui oleh aparat penegak hukum.
"Contohnya saja Pasal 302 KUHP yang sayangnya banyak penegak hukum tidak mengetahuinya. Padahal siapa pun yang memukuli hewan itu bisa dipidana," kata Shanti yang telah berjuang untuk hak-hak hewan selama 20 tahun.
Selain itu undang-undang mengenai kesejahteraan hewan belum berada dalam satu atap, yang mengakibatkan sulitnya keadilan untuk hewan-hewan ditegakkan.
Dia mengatakan hak-hak hewan sangat perlu diperhatikan, karena memperhatikan hak hewan adalah bentuk kedaulatan bangsa.
"Di Indonesia isinya tidak hanya manusia, ada juga hewan yang hidup berdampingan dengannya oleh sebab itu kewajiban kita untuk memperhatikan kesejahteraan mereka," kata dia.
Sebab itu sudah saatnya kesejahteraan hewan menjadi agenda politik di Indonesia, apalagi di banyak negara sudah memasukkan agenda tersebut sebagai salah satu fokus pembangunan negara.
Dia pun mendorong adanya undang-undang khusus hewan domestik yang bersandarkan pada hak-hak hewan, yaitu bebas dari lapar dan haus, bebas dari merasa tidak nyaman, bebas dari luka, sakit dan penyakit, bebas berekspresi seusai sifat alaminya, dan bebas dari rasa takut dan penderitaan.
Sementara itu pegiat lainnya, dr. Susana Somali mengatakan saat ini ada beberapa kasus penganiayaan hewan yang telah mendapat hukuman, namun masih sebatas kasus perdata.
"Saya harap memang pelaku penganiaya hewan bisa dibui, tidak hanya dianggap sebagai kasus perdata saja," kata dokter spesialis patologi klinik yang memiliki penampungan bagi hewan terlantar itu.
Dia mengatakan undang-undang dan pasal-pasal di KUHP mengenai penganiayaan hewan telah diatur tetapi karena penegakan hukum yang lemah maka hukuman bagi pelaku hanya sampai pada hukum perdata.
"Oleh sebab itu advokasi dan edukasi kepada masyarakat pun harus ditingkatkan demi melindungi hewan-hewan tersebut," kata perempuan yang telah menampung 1.000 lebih hewan terlantar.
Baca juga: Istana kerja sama dengan IPB rawat satwa
Baca juga: Tips berpergian menggunakan mobil bersama hewan peliharaan
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: