Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat disarankan untuk cerdas mengolah informasi dan mempelajari tujuh ciri utama kabar bohong atau hoaks, sebagaimana disampaikan Pengamat Sosial Media Liza Darmawan Lumy.

"Kabar bohong itu harus dipahami sebagai suatu hal yang berpotensi memecah-belah persatuan bangsa sehingga masyarakat harus benar-benar memahami antara hoaks dengan informasi yang akurat," kata Pengamat dari Forum Keamanan Informasi Liza Darmawan Lumy di Jakarta, Sabtu.

Liza mengelompokkan ciri utama hoaks ke dalam tujuh kategori yakni pertama, informasi yang hanya sepotong, namun menonjolkan daya tarik bagi siapapun yang sekilas membaca atau melihatnya.

Selain itu tidak ada keterangan waktu, nama pembuat atau kontak, tidak ada info tautan yang terpercaya, kalaupun ada tautan (link) umumnya menyaru dengan menggunakan nama terkenal seperti tokoh atau merek yang banyak orang kenal atau pakai.

Contohnya adalah tautan sebagai berikut: You can now activate the new multicolor Whatsapp! Click here to activate! http://g*2l.ink/1eop.

"Ciri kedua ada tautan palsu atau link yang aneh. Biasanya ada di alamat URL maupun di konten website yang dituju yang dibuat serupa tapi tak sama dengan yang asli," katanya.

Liza menyarankan agar masyarakat untuk tidak menge-klik sama sekali karena kerap kali bisa menjadi "triger" diperamban/browser yang sudah disusupi malware.

"Ini sangat penting, peramban yang sering dipakai seperti Chrome atau Firefox juga harus rutin di-update untuk meminimalkan peluang celah ketidakamanan," katanya.

Ciri ketiga, hoaks biasanya dibuat dengan bahasa dan gambar sederhana agar mudah menyebar lewat media-media sosial, group chat, dan lain-lain.

Apalagi kata dia, biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di kalangan masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.

"Ciri keempat, agar lebih meyakinkan sering dilengkapi dengan data statistik dan angka palsu, nama dan alamat palsu, tautan yang juga palsu. Penting untuk kita semua menyadari data atau informasi sangatlah mudah dimanipulasi, apalagi di zaman sekarang dengan teknologi yang mumpuni," katanya.

Ciri kelima biasanya ditunjukkan dengan logika yang tidak serasi misalnya ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten atau tidak terkait antara satu dengan yang lainnya.

Sementara ciri keenam dapat diperhatikan bahwa konten yang paling sering dibuat hoaks biasanya terkait dengan golongan banyak orang, khalayak banyak, masalah yang umumnya semua orang punya, supaya cukup sekali menyebar akan terus mudah bergulir.

"Konten-konten tersebut seperti kesehatan, agama, politik, bencana alam, lowongan pekerjaan, penipuan berhadiah, peristiwa ajaib, juga bisa pakai sebutan umum yang banyak dipakai seperti 'mama minta pulsa' atau 'bapak kirim paket'," katanya.

Sedangkan ciri terakhir, umumnya hoaks sering ditambahkan dengan kalimat persuasif untuk melakukan satu tindakan sederhana.

"Contohnya seperti 'sebarkan minimal ke 7 orang, Anda akan bahagia!'. 'Bagikan info ini ke 10 orang lalu lihat mukjizat apa yang terjadi!. 'Buka tautan link berikut untuk mendapatkan hadiah Anda; https://nggak.janji.com atau misalnya 'Viralkan, Anda akan masuk sorga!"

Liza menyarankan untuk menangkal hoaks secara sederhana dapat dilakukan dengan tiga langkah yakni "copy paste"-kan informasi yang dicurigai hoaks, telusuri melalui internat, kemudian "capture" lalu bagikan hasil "screenshoot" yang menerangkan bahwa informasi tersebut hoaks.

Jika hoaks yang lebih kompleks kontennya, maka perlu lebih banyak upaya untuk mencari tahu informasi tersebut, seperti mencari tahu atau bertanya kepada sumber berita, mengkonfirmasi kepada ahlinya, dan bisa juga dengan membaca artikel atau jurnal terkait yang terpercaya.

"Kalau merasa masih resah gara-gara hoaks, jangan diam saja, adukan. Ini bisa mulai dari menggunakan fitur Report Status di sosial media atau dengan mengirimkan email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id," katanya.

Ia juga mengajak masyarakat untuk semakin cerdas dalam mengolah informasi.

Baca juga: Saatnya generasi muda bersuara melawan hoaks
Baca juga: Kampanye melawan hoaks, katakan saja yang sebenarnya: ya kalau ya, tidak kalau tidak