Jakarta (ANTARA News) - Institut Agroekologi Indonesia (Inagri) menyebut revitalisasi desa menjadi sukses pembangunan peradaban bangsa menjadi lebih baik karena desa menjadi indikator maju tidaknya sebuah bangsa.

Pendiri Institut Agroekologi Indonesia (Inagri) Syamsul Asinar Radjam di Jakarta, Kamis, mengatakan desa merupakan penyokong kota dan lebih luas lagi menjadi penyokong peradaban bangsa.

"Tanda kemajuan peradaban bangsa dapat ditengok dari perkembangan desanya karena bagian terkecil bangsa dalam sebuah negara adalah masyarakat desa," katanya.

Saat ini kata dia, di negara maju muncul kekhawatiran punahnya desa karena tidak lagi dihuni masyarakat.

Ia mengatakan lebih banyak generasi muda pintar pergi menuntut ilmu ke luar desa dan tidak kembali.

Oleh karena itu ia menyarankan fenomena yang mengarah pada hancurnya peradaban desa harus segera dicegah.

Pendiri Inagri lainnya Fransisca Callista menilai desa harus menemukan kekuatan sumber daya manusia lokal (SDM) di desa tersebut.

"Jangan sampai sekolah-sekolah di desa tutup seperti di Jepang sehingga desa kehilangan para pemikir terbaiknya," katanya.

Para pendiri Inagri sebagai organisasi sosial yang fokus pada pengembangan desa dan pertanian itu melakukan lawatan ekologis ke sejumlah desa dan fakultas perguruan tinggi di Sumsel dari 25-30 Januari 2019 di antaranya ke sejumlah desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kota Prabumulih.

Alumni Fakultas Pertanian dan MIPA Universitas Sriwijaya Palembang itu melakukan pertemuan bersama penggiat desa dan komunitas lingkungan hidup sekaligus melakukan talkshow di kampus Unsri.

Menurut Fransisca Callista, desa perlu direvitalisasi dengan gerakan kembali membangun desa.

"Perlu dibangkitkan kecintaan pada desa agar anak muda pintar di luar desa kembali ke desa pasca mereka menuntut ilmu,” ujarnya.

Menurut dia, masa depan ada di desa sehingga penduduknya harus siap menghadapinya.

Faktanya inisiatif revitalisasi bisa bermunculan di pedesaan maupun wilayah kelurahan/perkotaan (urban).

Saat ini banyak komunitas yang telah memilih bertindak salah satunya komunitas Mulih (Menanam untuk Lingkungan Hijau) yang tengah merintis revitalisasi persepsi terhadap sungai kelekar.

“Ke depan, perlu ada sinergi antar komunitas agar para pegiat revitalisasi desa dan urban saling terhubung dan menguatkan karena proses revitalisasi nilai-nilai ini perlu waktu panjang,” terangnya.

Menurut Syamsul Hidayah, pemerhati lingkungan di Prabumulih, revitalisasi desa merupakan upaya rehumanisasi yaitu upaya membalikkan proses dehumanisasi desa yang bermimpi menjadi kota.

Sebenarnya kata dia, inisiatif revitalisasi desa telah bermunculan sebelumnya tetapi kurang memiliki daya hentak.

"Diperlukan sebuah kejutan agar inisiatif yang bersifat kecil-kecil bisa menciptakan pengaruh signifikan sebagai sebuah gerakan atau movement," katanya.

Lebih lanjut Yayuk Suhartati dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Prabumulih memandang Prabumulih berpotensi merevitalisasi desa dengan 12 desa dan 25 kelurahan di dalamnya.

“Salah satu potensi pedesaan di kota Prabumulih adalah sektor pertanian,” katanya.

Azimi Asnawi, tokoh masyarakat Prabumulih yang hadir, berpendapat revitalisasi desa menjadi jawaban atas kerinduan orang-orang terhadap desa.

“Kita rindu pada kerumunan orang desa, sehingga kelestarian kerumunan masyarakat desa perlu dijaga di tengah hantaman individualistik akibat hadirnya android,” tukasnya.

Baca juga: Dana Desa tingkatkan pembangunan desa