Jakarta (ANTARA News) - Kepala Subbidang Prediksi Cuaca Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan ancaman bencana hidrometeorologi akan terjadi sepanjang tahun di Indonesia dengan jenis yang berbeda.

"Ancaman bencana hidrometeorologi sangat faktual di Indonesia. Sering terjadi, kadang dengan skala kecil, kadang dengan skala besar," kata Agie dalam salah satu sesi Disaster Outlook 2019 yang diadakan di Jakarta, Kamis.

Mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Agie mengatakan sepanjang 2018 bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeorologi, yaitu 95 persen.

"Tahun lalu kita terhenyak dengan gempa dan tsunami yang menyebabkan banyak korban meninggal. Namun, yang paling banyak terjadi sebenarnya banjir, puting beliung, kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan," jelasnya.

Agie mengatakan Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Karena itu, masyarakat Indonesia harus menaruh perhatian kepada perbedaan iklim yang terjadi di masing-masing wilayah.

Agie mencontohkan beberapa daerah di Jawa akan mengalami curah hujan yang tinggi, bahkan menyebabkan banjir, pada saat yang sama beberapa wilayah di Maluku mengalami kekeringan.

"Itu adalah kekayaan Indonesia. Pendidikan tentang kebencanaan setiap wilayah harus dilakukan sesuai dengan kondisi yang berbeda-beda itu," tuturnya.

Perbedaan kondisi cuaca tersebut bahkan bisa saja terjadi di daerah yang berada di pulau yang sama. Agie mencontohkan saat terjadi banjir di Riau, terjadi kebakaran hutan dan lahan di Aceh karena kekeringan.

Agie menjadi salah satu pembicara dalam salah satu sesi Disaster Outlook 2019 yang diadakan Aksi Cepat Tanggap (ACT), bekerja sama dengan Asia Pacific Alliance for Disaster Management Indonesia, Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) dan Disaster Management Institute of Indonesia (DMII).

Selain Agie, pembicara lain dalam sesi tersebut adalah ahli geofisika Universitas Mataram Teti Zubaidah, peneliti geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja dan Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar S Prasetya.

Baca juga: Mengurangi potensi banjir dengan biopori
Baca juga: Kebakaran lahan gambut di Aceh sulit dikendalikan