56 kasus kusta terdata selama 2018 di Ambon-Maluku
31 Januari 2019 06:46 WIB
Kunjungi Penderita Kusta Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi(kiri), berbicang dengan penderita kusta saat peresmian Poliklinik Kusta Terpadu di Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala, Tangerang, Banten, Rabu (13/2). Kunjungan Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi ke Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala tersebut dalam rangka memperingati Hari Kusta Sedunia dengan tema Hapus stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta. (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)
Ambon, (ANTARA News) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Ambon, Provinsi Maluku, mendata sebanyak 56 kasus penyakit kusta terjadi pada 2018.
"Hingga akhir 2018 kita mendata sebanyak 56 kasus, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan pada 2017 sebanyak 49 kasus," kata Kepala Dinas Kesehatan Ambon, Wendy Pelupessy, di Ambon, Rabu
Menurut dia, menuju eliminasi kusta di Indonesia ditargetkan pada seluruh provinsi pada 2019, sedangkan untuk kabupaten kota termasuk Ambon di 2024.
Ia mengakui bahwa Kota Ambon masih masuk daerah endemis, sehingga pihaknya terus mencari dan melacak kasus untuk mengetahui penderita kusta, melalui sosialisasi di setiap desa dan kelurahan.
"Ada yang beranggapan kasus kusta di Ambon tinggi, sedangkan daerah lain rendah, belum tentu daerah tidak mempunyai kasus karena jika tidak dilakukan pelacakan kita tidak bisa mengetahui jumlah penderita ," katanya.
Wendy menjelaskan, kusta dan frambusia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) digolongkan ke dalam kelompok penyakit tropis terabaikan di Indonesia.
"Jumlah kasus yang dilaporkan juga tidak terlalu banyak, bahkan cenderung pada kantong-kantong wilayah tertentu di Indonesia, terutama di Indonesia bagian Timur," katanya.
Secara nasional, katanya, Indonesia telah mencapai eliminasi kusta sejak 2000, tetapi situasi epidemiologi kusta sejak 2001 hingga sekarang cenderung statis, tanpa banyak mengalami perubahan yang signifikan.
Dampak yang ditimbulkan penyakit kusta dan frambusia sangat luas dan sering bermanifestasi pada jaringan kulit, jika tidak segera ditangani secara cepat dan tepat maka dapat menimbulkan kecacatan.
Kecacatan yang terjadi, lanjutnya, menimbulkan masalah pada fisik penderita tetapi juga gangguang psikis yang turut mempengaruhi faktor sosial ekonomi, sehingga dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.
"Penyakit kusta dan frambusia disebabkan karena kurang cepatnya respon masyarakat terhadap potensi kemunculan penyakit tersebut dari lingkungannya," ujarnya.
Ia berharap, kedua jenis penyakit ini tidak menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat, dan mencapai target eliminasi.
"Saya mengajak kita semua untuk bersama berkomitmen meningkatkan kepedulian terhadap upaya pencegahan penyakit, dengan cara mengampanyekan serta mengobati pasien yang terkena penyakit kusta dan frambusia," demikian Wendy Pelupessy.
Baca juga: Ditemukan 28 kasus penderita kusta baru di Ambon
"Hingga akhir 2018 kita mendata sebanyak 56 kasus, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan pada 2017 sebanyak 49 kasus," kata Kepala Dinas Kesehatan Ambon, Wendy Pelupessy, di Ambon, Rabu
Menurut dia, menuju eliminasi kusta di Indonesia ditargetkan pada seluruh provinsi pada 2019, sedangkan untuk kabupaten kota termasuk Ambon di 2024.
Ia mengakui bahwa Kota Ambon masih masuk daerah endemis, sehingga pihaknya terus mencari dan melacak kasus untuk mengetahui penderita kusta, melalui sosialisasi di setiap desa dan kelurahan.
"Ada yang beranggapan kasus kusta di Ambon tinggi, sedangkan daerah lain rendah, belum tentu daerah tidak mempunyai kasus karena jika tidak dilakukan pelacakan kita tidak bisa mengetahui jumlah penderita ," katanya.
Wendy menjelaskan, kusta dan frambusia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) digolongkan ke dalam kelompok penyakit tropis terabaikan di Indonesia.
"Jumlah kasus yang dilaporkan juga tidak terlalu banyak, bahkan cenderung pada kantong-kantong wilayah tertentu di Indonesia, terutama di Indonesia bagian Timur," katanya.
Secara nasional, katanya, Indonesia telah mencapai eliminasi kusta sejak 2000, tetapi situasi epidemiologi kusta sejak 2001 hingga sekarang cenderung statis, tanpa banyak mengalami perubahan yang signifikan.
Dampak yang ditimbulkan penyakit kusta dan frambusia sangat luas dan sering bermanifestasi pada jaringan kulit, jika tidak segera ditangani secara cepat dan tepat maka dapat menimbulkan kecacatan.
Kecacatan yang terjadi, lanjutnya, menimbulkan masalah pada fisik penderita tetapi juga gangguang psikis yang turut mempengaruhi faktor sosial ekonomi, sehingga dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.
"Penyakit kusta dan frambusia disebabkan karena kurang cepatnya respon masyarakat terhadap potensi kemunculan penyakit tersebut dari lingkungannya," ujarnya.
Ia berharap, kedua jenis penyakit ini tidak menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat, dan mencapai target eliminasi.
"Saya mengajak kita semua untuk bersama berkomitmen meningkatkan kepedulian terhadap upaya pencegahan penyakit, dengan cara mengampanyekan serta mengobati pasien yang terkena penyakit kusta dan frambusia," demikian Wendy Pelupessy.
Baca juga: Ditemukan 28 kasus penderita kusta baru di Ambon
Pewarta: Penina Fiolana Mayaut
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: