Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik, Buni Yani, berjanji akan kooperatif apabila Kejaksaan Negeri Depok tetap akan melakukan eksekusi pada dirinya pada 1 Februari 2019.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu malam, Buni Yani dan tim kuasa hukumnya telah mendapatkan salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung, yang dia nilai belum jelas sehingga akan mengajukan penangguhan eksekusi.

Pihaknya pun akan meminta fatwa dari MA agar jelas maksud dari putusan yang berisi penolakan kasasi Buni Yani dan jaksa penuntut umum, tanpa memperkuat putusan sebelumnya.

"Saya akan kooperatif, insyaAllah saya ini warga negara yang baik dan insyaAllah saya ikuti. Kami ini orang berpendidikan semua," ujar dia.

Ia meminta kejaksaan tidak gegabah melakukan eksekusi penahanan dirinya sebelum terdapat fatwa dari MA mengenai keputusan kasasi yang jelas.

Menurut dia, sebaiknya kejaksaan tetap mempertahankan nama baiknya dan mejadi lembaga yang berpegang pada prinsip-prinsipnya.

"Kalau di sini belom jelas lalu dia ngarang-ngarang sendiri buat eksekusi badan itu tidak bisa. Jadi jaksa tidak boleh memaksakan kehendak. Dia harus menghormati hak-hak," ucap Buni Yani.

Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, juga menjanjikan kliennya akan tetap kooperatif menjalani proses hukum apabila kejaksaan tetap melakukan eksekusi.

"Yang jelas prinsipnya Pak Buni ini kooperatif, mengikuti terus proses hukum. Tidak pernah mengelak persidangan," kata Aldwin.

Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Kasus yang menjerat dia bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Purnama ketika masih menjabat gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Padahal video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.

Kemudian, MA menolak perbaikan kasasi dari Buni Yani dengan nomor berkas pengajuan perkara W11.U1/2226/HN.02.02/IV/2018 sejak 26 November 2018.

Baca juga: Buni Yani ajukan penangguhan eksekusi

Baca juga: Buni Yani akan dieksekusi Jumat