Mesir tangkap 54 tersangka perencana kekerasan pada peringatan pemberontakan
30 Januari 2019 19:38 WIB
Pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie meneriakkan kalimat menentang Kementrian Dalam Negeri di balik jeruji saat sidang 738 anggota Ikhwanul Muslimin atas aksi pendudukan bersenjata di lapangan Rabaa, di pengadilan Kairo, Mesir, Selasa (31/5/2016). (REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)
Kairo (ANTARA News) - Pasukan keamanan Mesir menangkap 54 orang, termasuk tersangka anggota Ikhwanul Muslimin, terkait rencana melancarkan unjuk rasa dan melakukan kekerasan dalam memperingati pemberontakan tahun 2011, menurut Kementerian Dalam Negeri, Selasa (29/1).
Kementerian mengatakan bahwa kelompok tersebut diarahkan seorang ketua Ikhwanul Muslimin yang bermarkas di Turki, dan perlengkapan serta uang untuk sabotase yang mereka miliki juga telah ditemukan.
Penangkapan tersebut diumumkan setelah pasukan keamanan menahan mantan juru bicara aliansi oposisi, Gerakan Demokrasi Sipil, dalam serangan menjelang fajar, kata pengacaranya dan seorang anggota aliansi.
Gerakan tersebut merupakan penggabungan dari kelompok sayap-kiri dan Partai Liberal, termasuk Partai Aliansi Sosialis Populer, Partai Demokrasi Sosial Mesir, Partai Roti dan Kebebasan.
Serbuan itu juga dilakukan saat Presiden Prancis Emmanuel Macron mengakhiri tiga hari lawatannya ke Mesir. Selama kunjungannya itu, Macron menyampaikan keprihatinannya atas masalah Hak Asasi Manusia di negara itu dalam pembicaraannya dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.
Sisi, yang mendepak Presiden Mohammed Moursi dari Ikhwanul Muslimin pada 2013 dan yang kemudian terpilih sebagai presiden pada tahun berikutnya, mengambil tindakan keras terhadap kaum Islamis dan kelompok oposisi liberal.
Ikhwanul Muslimin mendapat kekuasaan di Mesir dalam pemilu modern yang pertama pada 2012, setahun setelah Hosni Mubarak, pemimpin Mesir yang memerintah cukup lama, disingkirkan dalam suatu pemberontakan yang terkenal.
Gerakan tersebut sekarang dilarang dan ribuan pendukungnya serta banyak pemimpinnya kini dipenjarakan.
Ikhwanul Muslimin membantah keterkaitan mereka dengan kelompok militan dan menyatakan bahwa gerakan mereka adalah untuk politik yang damai.
"Ada informasi bahwa para pemimpin yang melarikan diri (Ikhwanul Muslimin) sedang menyusun rencana untuk membuat kekacauan pada Januari dan Februari, seiring dengan peringatan Revolusi 25 Januari," bunyi pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri.
Sosok yang dituding berada di balik rencana serangan adalah Yasser al-Omda dan Kementerian menyebutkan bahwa kelompok al-Omda akan mengganggu lalu lintas, menutup jalan dan menciptakan kekacauan pada warga.
Pernyataan itu tidak menyebutkan nama-nama mereka yang ditangkap tetapi mengatakan langkah hukum terhadap mereka diambil sejalan dengan prosedur keamanan negara.
Mantan juru bicara Gerakan Demokrasi Sipil, Yahya Hussein Abdel Hadi, disebut-sebut ditahan dalam serangan Selasa pagi, kata Khaled Dawoud anggota aliansi.
Negad al-Borai, seorang pegiat dan pengacara Abdel Hadi, juga membenarkan bahwa penahanan memang terjadi.
Abdel Hadi telah diperiksa pada November dengan tuduhan menghina presiden, mengganggu ketertiban masyarakat dan menebar berita palsu di Facebook. Ia kemudian dibebaskan dengan jaminan 10 ribu pound Mesir (570 dolar AS).
Dawoud mengatakan belum mengetahui apakah penahahan kali ini terkait dengan penahanan sejumlah tokoh oposisi yang ditahan pada Sabtu setelah merayakan peringatan 25 Januari. Kementerian Dalam Negeri belum memberikan tanggapan atas pertanyaan mengenai hal tersebut.
Baca juga: Mesir perintahkan pengadilan ulang atas pemimpin Ikhwanul Muslim
Baca juga: Mesir hukum mati 75 orang terkait unjuk rasa tahun 2013
Sumber: Reuters
Penyunting: Maria Dian A/Mohamad Anthoni
Kementerian mengatakan bahwa kelompok tersebut diarahkan seorang ketua Ikhwanul Muslimin yang bermarkas di Turki, dan perlengkapan serta uang untuk sabotase yang mereka miliki juga telah ditemukan.
Penangkapan tersebut diumumkan setelah pasukan keamanan menahan mantan juru bicara aliansi oposisi, Gerakan Demokrasi Sipil, dalam serangan menjelang fajar, kata pengacaranya dan seorang anggota aliansi.
Gerakan tersebut merupakan penggabungan dari kelompok sayap-kiri dan Partai Liberal, termasuk Partai Aliansi Sosialis Populer, Partai Demokrasi Sosial Mesir, Partai Roti dan Kebebasan.
Serbuan itu juga dilakukan saat Presiden Prancis Emmanuel Macron mengakhiri tiga hari lawatannya ke Mesir. Selama kunjungannya itu, Macron menyampaikan keprihatinannya atas masalah Hak Asasi Manusia di negara itu dalam pembicaraannya dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.
Sisi, yang mendepak Presiden Mohammed Moursi dari Ikhwanul Muslimin pada 2013 dan yang kemudian terpilih sebagai presiden pada tahun berikutnya, mengambil tindakan keras terhadap kaum Islamis dan kelompok oposisi liberal.
Ikhwanul Muslimin mendapat kekuasaan di Mesir dalam pemilu modern yang pertama pada 2012, setahun setelah Hosni Mubarak, pemimpin Mesir yang memerintah cukup lama, disingkirkan dalam suatu pemberontakan yang terkenal.
Gerakan tersebut sekarang dilarang dan ribuan pendukungnya serta banyak pemimpinnya kini dipenjarakan.
Ikhwanul Muslimin membantah keterkaitan mereka dengan kelompok militan dan menyatakan bahwa gerakan mereka adalah untuk politik yang damai.
"Ada informasi bahwa para pemimpin yang melarikan diri (Ikhwanul Muslimin) sedang menyusun rencana untuk membuat kekacauan pada Januari dan Februari, seiring dengan peringatan Revolusi 25 Januari," bunyi pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri.
Sosok yang dituding berada di balik rencana serangan adalah Yasser al-Omda dan Kementerian menyebutkan bahwa kelompok al-Omda akan mengganggu lalu lintas, menutup jalan dan menciptakan kekacauan pada warga.
Pernyataan itu tidak menyebutkan nama-nama mereka yang ditangkap tetapi mengatakan langkah hukum terhadap mereka diambil sejalan dengan prosedur keamanan negara.
Mantan juru bicara Gerakan Demokrasi Sipil, Yahya Hussein Abdel Hadi, disebut-sebut ditahan dalam serangan Selasa pagi, kata Khaled Dawoud anggota aliansi.
Negad al-Borai, seorang pegiat dan pengacara Abdel Hadi, juga membenarkan bahwa penahanan memang terjadi.
Abdel Hadi telah diperiksa pada November dengan tuduhan menghina presiden, mengganggu ketertiban masyarakat dan menebar berita palsu di Facebook. Ia kemudian dibebaskan dengan jaminan 10 ribu pound Mesir (570 dolar AS).
Dawoud mengatakan belum mengetahui apakah penahahan kali ini terkait dengan penahanan sejumlah tokoh oposisi yang ditahan pada Sabtu setelah merayakan peringatan 25 Januari. Kementerian Dalam Negeri belum memberikan tanggapan atas pertanyaan mengenai hal tersebut.
Baca juga: Mesir perintahkan pengadilan ulang atas pemimpin Ikhwanul Muslim
Baca juga: Mesir hukum mati 75 orang terkait unjuk rasa tahun 2013
Sumber: Reuters
Penyunting: Maria Dian A/Mohamad Anthoni
Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: