Siak rembuk tata kelola gambut
30 Januari 2019 16:34 WIB
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu terlihat dari udara di Provinsi Riau. Cagar biosfer ini merupakan area hutan rawa gambut seluas 178.722 hektare yang menjadi habitat bagi 126 jenis tumbuhan, 8 jenis reptil, 150 jenis burung, 10 jenis mamalia dan harimau Sumatera yang terancam punah. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut memfasilitasi diskusi kelompok terfokus antara Pemerintah Kabupaten Siak dengan 17 lembaga swadaya masyarakat lingkungan "Sodagho Siak" dan akademisi dari bidang keilmuan terkait di Jakarta, Rabu, mengenai pengembangan komoditas ramah gambut dalam program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA).
Diskusi yang antara lain membahas inovasi pengelolaan gambut berbasis hidrologi itu dihadiri oleh Deputi IV Badan Restorasi Gambut Haris Gunawan, pakar hidrologi Prof Dr Indratmo, ahli pemetaan sosial dan kelembagaan Prof Dr Ashaluddin Jalil, serta pakar keekonomian dan model bisnis komoditas ramah gambut Dr Any Widyatsari.
Wakil Bupati H Alfedri juga hadir dalam diskusi itu, antara lain memaparkan latar belakang program TORA di Negeri Istana yang selain ditujukan untuk redistribusi lahan juga ditargetkan bisa memperbaiki ekosistem gambut.
"Lahan TORA di Kabupaten Siak berasal dari pelepasan HGU PT Makarya Eka Guna (MEG) seluas 10 ribu hektare. Empat ribu di antaranya sudah disertifikatkan dan dibagi kepada masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan lahan yang dibagikan tidak boleh ditanami kelapa sawit atau dijual, namun akan ditanami dengan komoditas bernilai ekonomi tinggi yang ramah gambut.
"Untuk menghindari praktik jual beli, sertifikat tersebut dikumpulkan dan akan dijadikan jaminan penyertaan modal," katanya.
Ia mengharapkan masukan dari pakar mengenai pengembangan komoditas ramah gambut di lahan TORA, yang mencakup lahan gambut dengan ketebalan berbeda.
Deputi IV Badan Restorasi Gambut Haris Gunawan mengatakan diskusi akan ditindaklanjuti dengan pertemuan di lapangan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat mengenai program TORA.
Ia mengatakan pengelolaan TORA di lahan gambut Kabupaten Siak memerlukan terobosan agar masyarakat tempatan bisa merasakan manfaatnya, dan merasa nyaman di segala aspek.
"Karena Siak telah ditetapkan sebagai Kabupaten Hijau, maka kita tidak mulai dari nol, sehingga kajian bisa dilakukan lebih cepat dengan bantuan akademisi dan NGO yang tergabung dalam Sogadho Siak" kata Haris.
Baca juga:
Kebakaran lahan gambut di Aceh Barat meluas
Restorasi gambut sudah mencakup 62 persen lahan di luar area konsesi
Diskusi yang antara lain membahas inovasi pengelolaan gambut berbasis hidrologi itu dihadiri oleh Deputi IV Badan Restorasi Gambut Haris Gunawan, pakar hidrologi Prof Dr Indratmo, ahli pemetaan sosial dan kelembagaan Prof Dr Ashaluddin Jalil, serta pakar keekonomian dan model bisnis komoditas ramah gambut Dr Any Widyatsari.
Wakil Bupati H Alfedri juga hadir dalam diskusi itu, antara lain memaparkan latar belakang program TORA di Negeri Istana yang selain ditujukan untuk redistribusi lahan juga ditargetkan bisa memperbaiki ekosistem gambut.
"Lahan TORA di Kabupaten Siak berasal dari pelepasan HGU PT Makarya Eka Guna (MEG) seluas 10 ribu hektare. Empat ribu di antaranya sudah disertifikatkan dan dibagi kepada masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan lahan yang dibagikan tidak boleh ditanami kelapa sawit atau dijual, namun akan ditanami dengan komoditas bernilai ekonomi tinggi yang ramah gambut.
"Untuk menghindari praktik jual beli, sertifikat tersebut dikumpulkan dan akan dijadikan jaminan penyertaan modal," katanya.
Ia mengharapkan masukan dari pakar mengenai pengembangan komoditas ramah gambut di lahan TORA, yang mencakup lahan gambut dengan ketebalan berbeda.
Deputi IV Badan Restorasi Gambut Haris Gunawan mengatakan diskusi akan ditindaklanjuti dengan pertemuan di lapangan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat mengenai program TORA.
Ia mengatakan pengelolaan TORA di lahan gambut Kabupaten Siak memerlukan terobosan agar masyarakat tempatan bisa merasakan manfaatnya, dan merasa nyaman di segala aspek.
"Karena Siak telah ditetapkan sebagai Kabupaten Hijau, maka kita tidak mulai dari nol, sehingga kajian bisa dilakukan lebih cepat dengan bantuan akademisi dan NGO yang tergabung dalam Sogadho Siak" kata Haris.
Baca juga:
Kebakaran lahan gambut di Aceh Barat meluas
Restorasi gambut sudah mencakup 62 persen lahan di luar area konsesi
Pewarta: Riski Maruto, Bayu AA
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: