Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang uji materi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dimohonkan oleh Aliansi Anak Bangsa karena pemohon tidak hadir dalam persidangan.

"Pemohon tidak hadir, dan berdasarkan data yang ada pada Mahkamah surat panggilan sudah disampaikan," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang memimpin jalannya persidangan di Gedung MK Jakarta, Rabu.

Palguna mengatakan Mahkamah telah melakukan pengecekan dan ternyata surat pemanggilan untuk hadir dalam sidang pendahuluan di MK belum diterima oleh para pemohon.

"Karena itu, maka untuk perkara ini, Mahkamah belum dapat mengatakan pemohon tidak serius sehingga akan dilakukan pemanggilan kembali," kata Palguna.

Para pemohon dengan perkara nomor 9/PUU-XVII/2019 ini menguji ketentuan Pasal 77 huruf (a) KUHAP yang mengatur ketentuan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyidikan atau penghentian penuntutan.

Para pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya frasa penghentian penyidikan dalam ketentuan tersebut karena dinilai telah membatasi dan menghilangkan arti dari fungsi kontrol dalam proses penegakan hukum acara pidana.

Penerapan frasa tersebut dinilai pemohon telah menghilangkan kepastian dan perlindungan hukum pemohon sebagai pelapor tindak pidana.

Para pemohon merupakan pelapor terhadap dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Sukamawati Soekarnoputri pada 4 April 2018.

Namun pada 9 Juli 2018 proses penyelidikan laporan para pemohon dihentikan dengan alasan bahwa perkara yang dilaporkan oleh para pemohon bukan merupakan tindak pidana.

Setelah penyelidikan dihentikan oleh Bareskrim Polri, para pemohon mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan bahwa penghentian penyelidikan tidak termasuk objek praperadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 77 KUHAP.

Pemohon kemudian berpendapat frasa penghentian penyidikan juga harus dimaknai penghentian penyelidikan guna melindungi hak para pemohon sehingga pemohon dapat mengajukan hak dalam melakukan perlindungan hukum melalui lembaga praperadilan.

Pemohon dalam petitumya meminta MK menyatakan bahwa pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: Pakar: penetapan tersangka bukan upaya paksa KUHAP
Baca juga: MK tolak uji aturan penahanan dalam KUHAP