Presiden sebut permintaan udang domestik dan internasional besar
30 Januari 2019 13:11 WIB
Presiden Jokowi mengangkat jaring dibantu sejumlah petani saat panen udang di kawasan Muara Gembong Kabupaten Bekasi Jawa Barat, Rabu (30/1/2019). ANTARA News (Agus Salim)
Bekasi (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyebutkan permintaan udang baik dari pasar domestik maupun internasional sangat besar sehingga merupakan peluang usaha yang perlu digarap sebaik-baiknya.
"Kita tidak boleh membiarkan petani rugi kemudian semuanya kapok dan gak berani memelihara udang," kata Presiden Jokowi ketika menghadiri panen udang di Muara Gembong Kabupaten Bekasi Jawa Barat, Rabu.
Menurut dia, petani harus terus menggarap peluang usaha itu karena permintaan udang besar sekali.
"Untuk awal, ditujukan untuk pasar dalam negeri dan ekspor, tapi nanti selanjutnya untuk memenuhi permintaan ekspor, karena hampir semua negara minta," katanya.
Kepala Negara menjelaskan awal pengembangan udang di Muara Gembong dilakukan pada November 2017.
"Ini dulu kita tebar benih sebagai langkah mulai memperbaiki lingkungan di sini pada November 2017, diperkirakan pada Februari 2018 bisa panen, ternyata gagal," katanya.
Kemudian proses diulang lagi dan yang kedua berhasil tapi baru 50 persen. "Ini proses pembelajaran untuk para petani, memang memerlukan proses seperti ini," katanya.
Ia menyebutkan panen yang kedua hanya mendapat dua ton, dan yang ketiga saat ini diperkirakan akan mendapatkan sekitar lima ton yang merupakan posisi yang normal.
"Ini yang kita harapkan. Kalau ini sudah benar, karena memelihara udang vaname juga tidak mudah, harus memperhatikan lingkungan, suhu, kemudian oksigen yang semua pengaturannya tidak mudah," katanya.
Ia menyebutkan kegagalan pada panen pertama karena ada virus. Tapi sekarang sudah mulai bisa dilihat kapan virus keluar kapan dia tidak keluar.
"Saya kira pembelajaran dari KKP, dari kelompok-kelompok petani di sini, sudah mengerti apa yang harus dikerjakan," katanya.
Presiden menyebutkan total lahan di kawasan itu (Muara Gembong) ada 11.000 hektare, kemudian yang diberikan untuk dikelola memang baru 80 hektare, dan yang dicoba baru kurang lebih 10 hektare.
"Kita tidak usah tergesa-gesa kalau belum dapat format yang betul. Karena ini menyangkut uang yang gede, menyangkut petani yang juga pinjam ke bank," katanya.
Menurut dia, memperluasnya pun tidak perlu tergesa-gesa. Yang penting sekarang sudah ada contoh yang konkret, contoh sebuah keberhasilan dari kegagalan.
"Ini penting. Justru proses seperti ini penting. Jangan dulu empat bulan saya suruh nengok ke sini wah langsung semuanya kaya raya. Enggaklah. Semua pasti butuh proses, kerja keras," katanya.
Ia menyebutkan modal untuk pengembangan udang vaname di Muara Gembong itu sekitar Rp180 juta per hektare, kemudian hasil panen per hektare sekitar Rp310 juta hingga Rp320 juta.
"Artinya ada margin keuntungan sekali panen itu Rp120 jutaan kurang lebih. Ini kan duit gede banget. Tapi memerlukan proses, kalau pas gagal waduh pinjamannya gimana. Tapi ini saya kira proses seperti ini yang saya senang. Enggak langsung berhasil. Nanti semua orang bisa jadi petani udang nanti kalau seperti ini. Ada keuntungan besar pasti ada risiko besar di situ," katanya.
"Kita tidak boleh membiarkan petani rugi kemudian semuanya kapok dan gak berani memelihara udang," kata Presiden Jokowi ketika menghadiri panen udang di Muara Gembong Kabupaten Bekasi Jawa Barat, Rabu.
Menurut dia, petani harus terus menggarap peluang usaha itu karena permintaan udang besar sekali.
"Untuk awal, ditujukan untuk pasar dalam negeri dan ekspor, tapi nanti selanjutnya untuk memenuhi permintaan ekspor, karena hampir semua negara minta," katanya.
Kepala Negara menjelaskan awal pengembangan udang di Muara Gembong dilakukan pada November 2017.
"Ini dulu kita tebar benih sebagai langkah mulai memperbaiki lingkungan di sini pada November 2017, diperkirakan pada Februari 2018 bisa panen, ternyata gagal," katanya.
Kemudian proses diulang lagi dan yang kedua berhasil tapi baru 50 persen. "Ini proses pembelajaran untuk para petani, memang memerlukan proses seperti ini," katanya.
Ia menyebutkan panen yang kedua hanya mendapat dua ton, dan yang ketiga saat ini diperkirakan akan mendapatkan sekitar lima ton yang merupakan posisi yang normal.
"Ini yang kita harapkan. Kalau ini sudah benar, karena memelihara udang vaname juga tidak mudah, harus memperhatikan lingkungan, suhu, kemudian oksigen yang semua pengaturannya tidak mudah," katanya.
Ia menyebutkan kegagalan pada panen pertama karena ada virus. Tapi sekarang sudah mulai bisa dilihat kapan virus keluar kapan dia tidak keluar.
"Saya kira pembelajaran dari KKP, dari kelompok-kelompok petani di sini, sudah mengerti apa yang harus dikerjakan," katanya.
Presiden menyebutkan total lahan di kawasan itu (Muara Gembong) ada 11.000 hektare, kemudian yang diberikan untuk dikelola memang baru 80 hektare, dan yang dicoba baru kurang lebih 10 hektare.
"Kita tidak usah tergesa-gesa kalau belum dapat format yang betul. Karena ini menyangkut uang yang gede, menyangkut petani yang juga pinjam ke bank," katanya.
Menurut dia, memperluasnya pun tidak perlu tergesa-gesa. Yang penting sekarang sudah ada contoh yang konkret, contoh sebuah keberhasilan dari kegagalan.
"Ini penting. Justru proses seperti ini penting. Jangan dulu empat bulan saya suruh nengok ke sini wah langsung semuanya kaya raya. Enggaklah. Semua pasti butuh proses, kerja keras," katanya.
Ia menyebutkan modal untuk pengembangan udang vaname di Muara Gembong itu sekitar Rp180 juta per hektare, kemudian hasil panen per hektare sekitar Rp310 juta hingga Rp320 juta.
"Artinya ada margin keuntungan sekali panen itu Rp120 jutaan kurang lebih. Ini kan duit gede banget. Tapi memerlukan proses, kalau pas gagal waduh pinjamannya gimana. Tapi ini saya kira proses seperti ini yang saya senang. Enggak langsung berhasil. Nanti semua orang bisa jadi petani udang nanti kalau seperti ini. Ada keuntungan besar pasti ada risiko besar di situ," katanya.
Pewarta: Agus Salim
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019
Tags: