Jakarta (Antara) - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf dinilai harus bisa menangkal berita-berita bohong atau hoaks yang dapat menggerus elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 itu dengan cara yang kreatif.

"Secara hipotesis iya, itu (hoaks) mempengaruhi elektabilitas. Masyarakat termakan oleh hoaks yang tersebar luas. Karena itu harus dilawan dengan fakta, data, yang didesain secara kreatif," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, tingkat kepuasan masyarakat Indonesia terhadap kinerja Presiden Joko Widodo masih tinggi, mencapai angka 70 persen.

Meski fluktuatif, menurut survei LSI, tingkat kepuasan terhadap Jokowi tidak sampai berada di bawah 60 persen. Sementar tertinggi berada di bulan Agustus 2018, yang mencapai 75 persen lalu turun ke angka 70,7 persen di bulan September.

Kendati demikian, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tidak berbanding lurus dengan tingkat keterpilihan (elektabilitas) Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019. Merujuk sejumlah hasil survei, pasangan nomor urut 01 ini hanya berada di angkat 52-54 persen.

Menurut Emrus, hal itu menjadi PR besar tim kampanye Jokowi-Ma’ruf. Tim sukses dan partai pendukung harus mampu membendung hoaks secara kreatif dan terukur.

"Tidak sebatas meng-counter informasi-informasi hoaks yang beredar untuk menjatuhkan Jokowi, melainkan dengan membangun isu sendiri secara massif," tuturnya.

Jadi, harus menjadi "leading sector" di bidang isu dan tidak terus bermain di genderang orang, tegas Emrus.

Hal lain yang harus dilakukan, tambah dia, TKN Jokowi-Ma'ruf harus bekerja lebih keras lagi meyakinkan publik sehingga kampanye mengarah kepada perilaku memilih, tidak hanya menyukai kinerja pemerintahan Jokowi di lima tahun belakangan.

Bahkan, lanjut dia, jika perlu, masyarakat sendiri yang menyampaikan testimoni keberhasilan Jokowi. Tidak hanya tim kampanye yang menyampaikan dan hanya akan dianggap sebagai klaim semata.

"Pesan kampanye yang disampaikan harus berefek pada 'voting behavior'. Mereka harus lebih agresif lagi menjelaskan keberhasilan pembangunan itu secara terukur. Desain komunikasi harus dibuat lebih rasional," ujarnya.

Emrus mencontohkan di bidang infrastruktur, tim kampanye bisa menggunakan testimoni masyarakat yang secara langsung menerima manfaat ekonomi maupun non ekonomi dari adanya jalan tol atau bandara atau pembangunan lainnya.

"Testimoni masyarakat ini juga dianggap bisa menjadi sarana untuk melawan hoaks tentang ketidakberhasilan pembangunan," kata Emrus.