Pemerintah respons soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik tipis
29 Januari 2019 19:18 WIB
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (tengah) memberikan keterangan kepada media usai acara peluncuran "Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2018" di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah merespons soal Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang naik tipis satu poin dari 37 pada 2017 menjadi 38 pada 2018 dan berada pada peringkat 89 dari 180 negara.
"Kami sekarang yang terpenting adalah mem-follow up hasil ini dan kami tahu di mana area perbaikannya. Sebenarnya kan sebagian dari area perbaikan sudah dilakukan tetapi itu belum cukup," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro usai acara peluncuran "Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2018" di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Adapun Indeks Persepsi Korupsi tersebut dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII).
"Makanya nanti kami juga akan berkomunikasi dengan Transparency International kira-kira ada tidak sesuatu yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia sehingga kami bisa melakukan lompatan dalam perbaikan CPI itu sendiri," ungkap Bambang.
Ia pun mengharapkan ke depannya Indonesia mendapatkan ranking yang jauh lebih baik dalam CPI tersebut.
"Ya tentunya kami ingin rangking yang jauh lebih baik dan mungkin perbaikan sekarang yang mungkin terlalu pipih mungkin belum sesuai harapan. Jadi, memang banyak sekali PR yang nanti akan di-follow up oleh tim Stranas (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi)," kata Bambang.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa permasalahan korupsi itu harus diatasi dari akarnya.
"Intinya kita harus mengatasi permasalahan korupsi ini dari akarnya dari sistemnya dan salah satunya kalau kita melihat kejadian korupsi di masa lalu lebih banyak karena adanya negosiasi, adanya tatap muka, dan adanya perjanjian khusus di antara para pihak yang kemudian berujung pada perilaku korupsi," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, saat ini sudah mulai diterapkan pelayanan berbasis elektronik seperti pengadaan ataupun perizinan, selain untuk memudahkan para investor sehingga menarik minat mereka untuk investasi di Indonesia.
"Kedua paling penting adalah perilaku koruptif di antara yang punya kewenangan untuk memberikan perizinan dan sekligus juga memberikan kepastian kepada para investor sendiri dan akhirnya memperbaiki country risk kita," tuturnya.
Baca juga: TII: Arah pemberantasan korupsi tepat tapi lamban karena politis tak didukung
"Kami sekarang yang terpenting adalah mem-follow up hasil ini dan kami tahu di mana area perbaikannya. Sebenarnya kan sebagian dari area perbaikan sudah dilakukan tetapi itu belum cukup," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro usai acara peluncuran "Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2018" di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Adapun Indeks Persepsi Korupsi tersebut dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII).
"Makanya nanti kami juga akan berkomunikasi dengan Transparency International kira-kira ada tidak sesuatu yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia sehingga kami bisa melakukan lompatan dalam perbaikan CPI itu sendiri," ungkap Bambang.
Ia pun mengharapkan ke depannya Indonesia mendapatkan ranking yang jauh lebih baik dalam CPI tersebut.
"Ya tentunya kami ingin rangking yang jauh lebih baik dan mungkin perbaikan sekarang yang mungkin terlalu pipih mungkin belum sesuai harapan. Jadi, memang banyak sekali PR yang nanti akan di-follow up oleh tim Stranas (Strategi Nasional Pencegahan Korupsi)," kata Bambang.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa permasalahan korupsi itu harus diatasi dari akarnya.
"Intinya kita harus mengatasi permasalahan korupsi ini dari akarnya dari sistemnya dan salah satunya kalau kita melihat kejadian korupsi di masa lalu lebih banyak karena adanya negosiasi, adanya tatap muka, dan adanya perjanjian khusus di antara para pihak yang kemudian berujung pada perilaku korupsi," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, saat ini sudah mulai diterapkan pelayanan berbasis elektronik seperti pengadaan ataupun perizinan, selain untuk memudahkan para investor sehingga menarik minat mereka untuk investasi di Indonesia.
"Kedua paling penting adalah perilaku koruptif di antara yang punya kewenangan untuk memberikan perizinan dan sekligus juga memberikan kepastian kepada para investor sendiri dan akhirnya memperbaiki country risk kita," tuturnya.
Baca juga: TII: Arah pemberantasan korupsi tepat tapi lamban karena politis tak didukung
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: