Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dampak penyesuaian suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral kepada perekonomian membutuhkan waktu selama enam kuartal atau sekitar 1,5 tahun.

"Transmisi dampak kenaikan suku bunga ke inflasi dan pertumbuhan ekonomi membutuhkan jangka waktu enam kuartal atau 1,5 tahun," kata Perry dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa.

Perry mengatakan kebijakan suku bunga acuan ini dilakukan melalui pendekatan pre-emptive untuk menyikapi perkembangan ekonomi global dan akan selalu dikaji kembali dalam rapat dewan gubernur dengan mempertimbangkan situasi terkini.

"Dalam menentukan suku bunga acuan, kami melakukan forward looking dan pre-emptive. Kenaikan terakhir di November sudah price-in dan memperhitungkan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) di Desember dan Maret," katanya.

Dalam menyikapi perkembangan ekonomi tersebut, ia menambahkan, penyesuaian suku bunga acuan dari otoritas moneter sudah hampir mencapai puncak karena tekanan normalisasi kebijakan moneter dari Bank Sentral AS mulai berkurang.

Baca juga: Pelemahan dolar berlanjut, investor tunggu kebijakan moneter AS

"Waktu itu ada perkiraan Fed Fund Rate akan naik sebanyak tiga atau empat kali pada 2019, namun kami melihat kenaikan suku bunga The Fed paling banyak sebanyak dua kali," katanya.

Perry mengatakan kenaikan suku bunga The Fed yang berkurang dari perkiraan semula itu bisa membuat aliran modal kembali masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Selama 2018 BI sudah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin atau sebanyak enam kali, dari sebelumnya 4,25 persen menjadi 6,00 persen, sebagai antisipasi dari perkembangan kebijakan moneter di AS.

Baca juga: Sri Mulyani ungkap KSSK cermati potensi risiko dari perekonomian global

Baca juga: OJK: Pertumbuhan kredit perbankan capai 11,75 persen, kebutuhan produktif mendominasi