Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengungkapkan terjadi peningkatan ekspor produk baja dari Indonesia terutama produk stainless steel (baja nirkarat) HRC (hot rolled coil) dan stainless steel slab.

"Lonjakan ekspor yang paling mencolok hampir tiga kali lipat adalah stainless steel HRC. Kemudian stainless steel slab hampir dua kali lipat," kata Harjanto lewat keterangannya di Jakarta, Senin.

Kemenperin mencatat, ekspor stainless steel slab tumbuh dari 302.919 ton pada tahun 2017 menjadi 459.502 ton selama Januari-September 2018, sedangkan stainless steel HRC melonjak dari 324.108 ton menjadi 877.990 ton pada periode yang sama.

Harjanto meyakini ekspor baja dari Indonesia akan terus meningkat karena pabrik baja stainless steel di kawasan industri Morowali masih memiliki ruang ekspansi.

"Di Morowali, total kapasitas produksi smelter nickel pig iron sebesar dua juta ton per tahun dan 3,5 juta ton stainless steelper tahun, dengan nilai ekspor mencapai dua miliar dolar AS pada tahun 2017 dan naik menjadi 3,5 miliar dolar AS di 2018," imbuhnya.

Kemenperin menargetkan kawasan tersebut mampu menghasilkan 4 juta ton baja nirkarat atau stainless steel per tahun serta memiliki pabrik baja karbon berkapasitas 4 juta ton per tahun.

Apabila produksi stainless steel tercapai empat juta ton per tahun, Indonesia akan menjadi produsen kedua terbesar di dunia atau setara produksi di Eropa.

Harjanto menambahkan peluang ekspor produk baja Indonesia semakin membesar seiring dengan terbukanya pasar terutama di China, Asia Tenggara, dan negara-negara yang membuat perjanjian bilateral dengan Indonesia.

Selain itu, dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya, diharapkan dapat menekan impor besi dan baja, terutama produk baja karbon, serta peningkatan ekspor stainless steel dan defisit neraca perdagangan di sektor ini diperkirakan bisa semakin mengecil.

Mengenai pemberlakuan Permendag 110 tahun 2018, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis bahwa industri baja di Indonesia semakin kuat dan mandiri.

Selain itu impor bisa dikurangi sehingga bisa memacu ekspor dan memicu terjadinya surplus perdagangan baja.

"Ketersediaan baja impor yang sembarangan masuk ke Indonesia menjadi penyebab utama industri baja mengalami idle. Melalui Permendag tersebut, pemerintah berupaya menertibkan, sehingga utilisasinya dapat ditingkatkan," tuturnya.

Baca juga: BI segera terbitkan aturan rekening khusus devisa hasil ekspor