Kemenkes: urun biaya BPJS hanya untuk pelayanan tertentu
28 Januari 2019 12:25 WIB
Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo (tengah) dan Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehtan Kalsum Komaryani (kiri) menjelaskan mengenai Permenkes 51 Tahun 2018 tentang urun biaya dan selisih biaya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional di Kemenkes Jakarta, Senin (28/1/2019). (ANTARA/Aditya Ramadhan)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo menegaskan peraturan mengenai urun biaya tambahan dalam program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan hanya meliputi pelayanan kesehatan tertentu yang dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan.
"Kata kuncinya, urun biaya dikenakan pada setiap jenis pelayanan yang menimbulkan penyalahgunaan pelayanan," kata Sundoyo dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Sundoyo menjelaskan tidak semua pelayanan kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikenai urun biaya.
"Yang ada di medsos adalah seolah-olah seluruh pelayanan dikenakan urun biaya, tidak," tegas Sundoyo.
Menurut ketentuan, ia menjelaskan, peserta program jaminan kesehatan hanya akan diminta membayar urun biaya tambahan saat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dinilai dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sehubungan dengan selera dan perilaku peserta.
Pemerintah belum memberlakukan ketentuan mengenai urun biaya tambahan dalam program JKN. Kementerian Kesehatan juga belum menetapkan rincian jenis pelayanan dalam Program JKN yang dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan sehingga dikenai biaya tambahan.
"Contohnya masih dalam proses, proses pembentukan tim dan usulan, itu juga masih ditunggu oleh Kemenkes. Untuk usulan dari berbagai unsur tadi baru minggu lalu diterima Kemenkes, saat ini proses penetapan oleh Bu Menteri," kata Sundoyo.
Kementerian Kesehatan masih menunggu usul dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia mengenai jenis-jenis pelayanan dalam program JKN yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan sehingga membutuhkan urun biaya tambahan.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan akan membentuk tim untuk mengkaji usul jenis-jenis pelayanan kesehatan dalam JKN yang membutuhkan pengenaan urun biaya tambahan, serta melakukan uji publik guna mendapatkan rekomendasi mengenai masalah itu.
Sundoyo mengungkapkan saat ini Kementerian Kesehatan baru dalam tahap membentuk tim yang akan mengkaji usul-usul mengenai jenis pelayanan yang dikenai urun biaya.
Mengenai pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh selera dan perilaku peserta, Sundoyo menyebut sectio caesarea sebagai contoh. Menurut dia, tindakan operasi itu kadang dilakukan berdasar permintaan pasien, bukan indikasi medis.
"Misalnya ada ibu-ibu kalau lahir maunya di hari bagus, tanggal 17 Agustus, atau malam tahun baru. Padahal berdasarkan pemeriksaan masa kehamilan dia bisa melahirkan normal, tapi dia datang ke rumah sakit saya mau sesar lahirnya tanggal sekian jam 00.00, itu perilaku dan selera bukan? Tapi apakah itu termasuk jenis pelayanan yang menimbulkan penyalahgunaan, tergantung dari tim," kata Sundoyo.
Baca juga:
BPJS Kesehatan terapkan skema urun biaya untuk tindakan medis tertentu
Skema urun biaya BPJS Kesehatan belum berlaku
"Kata kuncinya, urun biaya dikenakan pada setiap jenis pelayanan yang menimbulkan penyalahgunaan pelayanan," kata Sundoyo dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin.
Sundoyo menjelaskan tidak semua pelayanan kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikenai urun biaya.
"Yang ada di medsos adalah seolah-olah seluruh pelayanan dikenakan urun biaya, tidak," tegas Sundoyo.
Menurut ketentuan, ia menjelaskan, peserta program jaminan kesehatan hanya akan diminta membayar urun biaya tambahan saat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dinilai dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sehubungan dengan selera dan perilaku peserta.
Pemerintah belum memberlakukan ketentuan mengenai urun biaya tambahan dalam program JKN. Kementerian Kesehatan juga belum menetapkan rincian jenis pelayanan dalam Program JKN yang dinilai berpotensi menimbulkan penyalahgunaan sehingga dikenai biaya tambahan.
"Contohnya masih dalam proses, proses pembentukan tim dan usulan, itu juga masih ditunggu oleh Kemenkes. Untuk usulan dari berbagai unsur tadi baru minggu lalu diterima Kemenkes, saat ini proses penetapan oleh Bu Menteri," kata Sundoyo.
Kementerian Kesehatan masih menunggu usul dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia mengenai jenis-jenis pelayanan dalam program JKN yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan sehingga membutuhkan urun biaya tambahan.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan akan membentuk tim untuk mengkaji usul jenis-jenis pelayanan kesehatan dalam JKN yang membutuhkan pengenaan urun biaya tambahan, serta melakukan uji publik guna mendapatkan rekomendasi mengenai masalah itu.
Sundoyo mengungkapkan saat ini Kementerian Kesehatan baru dalam tahap membentuk tim yang akan mengkaji usul-usul mengenai jenis pelayanan yang dikenai urun biaya.
Mengenai pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh selera dan perilaku peserta, Sundoyo menyebut sectio caesarea sebagai contoh. Menurut dia, tindakan operasi itu kadang dilakukan berdasar permintaan pasien, bukan indikasi medis.
"Misalnya ada ibu-ibu kalau lahir maunya di hari bagus, tanggal 17 Agustus, atau malam tahun baru. Padahal berdasarkan pemeriksaan masa kehamilan dia bisa melahirkan normal, tapi dia datang ke rumah sakit saya mau sesar lahirnya tanggal sekian jam 00.00, itu perilaku dan selera bukan? Tapi apakah itu termasuk jenis pelayanan yang menimbulkan penyalahgunaan, tergantung dari tim," kata Sundoyo.
Baca juga:
BPJS Kesehatan terapkan skema urun biaya untuk tindakan medis tertentu
Skema urun biaya BPJS Kesehatan belum berlaku
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: