Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengakui pergerakan nilai tukar rupiah terus menunjukkan penguatan dalam beberapa hari terakhir yang dipicu empat penyebab, termasuk di antaranya keyakinan membaiknya defisit neraca transaksi berjalan.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam silaturahim dan sykuruan 64 tahun Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta, Senin, memamerkan bahwa kepercayaan investor global semakin membaik ke pasar keuangan domestik, terutama instrumen obligasi pemerintah dan korporasi.

Tanpa merinci jumlah modal asing yang masuk, Perry menyebut instrumen saham juga terus menarik dan mampu mengikat modal asing yang masuk.

Merinci data BI pada 2-24 Januari 2019, dana asing yang masuk (inflows) mencapai Rp19,2 triliun ke instrumen obligasi pemerintah, saham dan juga obligasi korporasi.

"Satu bahwa keyakinan investor asing terus kuat dan itu terbukti dari terus masuknya aliran modal asing tidak hanya penanaman modal asing, tapi juga investasi portofolio baik di obligasi, saham maupun jenis-jenis aset lain," ujar dia.

Adapun nilai tukar rupiah hingga Senin ini kembali menunjukkan penguatan. Nilai rupiah di pasar spot pada pembukaan Senin pagi bergerak menguat 60 poin menjadi Rp14.033 dibanding posisi sebelumnya Rp14.093 per dolar AS.

Menurut Perry, pemicu kedua adalah kebijakan antara pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan BI dalam memperbaiki fundamental perekonomian. Dia menyebut langkah pemerintah mempermudah ekspor barang dan memperbaiki logistik untuk kemudahan produksi telah meningkatkan kepecayaan pelaku pasar.

"Bagaimana prosedur yang tidak perlu dalam mendorong ekspor bisa dihilangkan dan juga penataan logistik, sebagaimana Anda ketahui sejumlah prosedur terkait lembaga surveyor, maupun pengaturan logistik di pelabuhan untuk ekspor akan sangat disederhanakan," ujar dia.

Selanjutnya, Perry mengklaim transaksi untuk kebutuhan pelaku pasar di pasar valas sudah berkembang. Dengan kata lain, upaya pendalaman pasar mulai membuahkan hasil. Instrumen Domestik DNF, ujar dia, semakin diminati untuk memenuhi kebutuhan valas pelaku pasar sehingga pelaku pasar tidak hanya bertumpu pada pasar spot ketika membutuhkan pasokan valas.

"Kami pastikan bahwa likuiditas valas ada, baik di spot, maupun Domestik NDF dan pelakunya sekarang tidak hanya pelaku dalam negeri tapi juga investor asing," ujar dia.

Pemicu terakhir adalah keyakinan defisit transaksi berjalan yang akan membaik di awal tahun 2019 ini. Perry pernah melontarkan proyeksinya bahwa defisit neraca transaksi berjalan di kuartal I 2019 ini bisa di bawah tiga persen dari PDB. Adapun untuk keseluruhan 2018, Bank Sentral memproyeksikan defisit transaksi berjalan di kisaran tiga persen dari PDB.

"Ketahanan ekstra kita yang semakin membaik, termasuk dari defisit transaksi berjalan yang kita perkirakan lebih rendah, maupun juga aliran modal asing surplus neraca modal yang semakin tinggi," ujar dia.

Baca juga: Analis: Rupiah cenderung menguat, kekhawatiran resesi ekonomi AS belum kuat

Baca juga: Rupiah menguat, dekati angka Rp14.100