Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarkosunaryo mengatakan Indonesia masih membutuhkan akuntan publik profesional lebih banyak lagi sebagai antisipasi bertumbuhnya sektor usaha.

"Kita hanya punya CPA (Certified Public Accountant) hanya 4.000 orang, bandingkan dengan negara tetangga Thailand yang PDB separuh dari Indonesia memiliki CPA 12.000 orang," kata Tarko saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat.

Tarko menyebutkan Thaliland memiliki 680.000 perusahaan, dari jumlah itu yang menggunakan akuntan publik sebanyak 62.000 perusahaan. Kalau dibandingkan dengan Indonesia dilihat dari wajib pajak yang melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) jumlahnya sebanyak 700.000 perusahaan, dari jumlah itu yang menggunakan eksternal audit 30.000 perusahaan.

Hal ini, jelas Tarko, karena Thailand menjalankan peraturan yang mewajibkan perusahaan melaporkan hasil audit kepada kementerian perdagangan. Sedangkan di Indonesia meskipun peraturannya sudah ada namun belum dapat berjalan.

Tarko mengungkapkan seharusnya perusahaan yang memiliki kekayaan (aktiva) atau omzet di atas Rp50 miliar wajib menyampaikan laporan keuangannya kepada Kementerian Perdagangan mengingat payung hukumnya sudah ada tertuang melalui PP No. 24 tahun 1998 junto PP No. 64 tahun 1999 yang mengatur tentang informasi keuangan tahunan perusahaan.

Menurut Tarko sementara ini baru 30.000 perusahaan yang datanya ada di IAPI, berasal dari 215 perusahaan publik, sedangkan sisanya perusahaan yang menggunakan jasa akuntan publik untuk menghitung PPh Badan. Seandainya sebagian dari 700.000 perusahaan yang beromzet di atas Rp50 miliar menyampaikan laporan keuangannya ke Kementerian Perdagangan maka akan menjadi data yang sangat powerful.

Bagi perbankan data ini akan memudahkan untuk mengetahui kelayakan kredit modal kerja perusahaan sehingga pada akhirnya terhindar kredit bermasalah dikemudian hari, melalui pelaporan ini juga dapat menghindarkan terjadi praktek korupsi yang dilakukan korporasi, jelas Tarko.

Data ini juga sangat penting bagi institusi-institusi di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti perusahaan asuransi, perusahaan multifinance, dan sebagainya.

"Bahkan pemerintah akan lebih mudah mengawasasi perusahaan-perusahaan penyedia jasa layanan travel umroh, agar terhindar dari kasus-kasus gagal berangkat seperti yang terjadi dibeberapa kasus," jelas Tarko.

Tarko mengatakan untuk PPh Badan ini akan lebih aman kalau perusahaan menggunakan jasa akuntan publik, ketimbang tidak diperiksa sama sekali. Pemeriksaan ini sangat penting nantinya tatkala Ditjen Pajak Kementerian Keuangan meningkatkan coverage PPh Badan.

Menurut Tarko dengan disampaikan laporan keuangan ke Kementerian Perdagangan seperti telah diterapkan diberbagai negara termasuk Thailand, Singapura, dan Malaysia maka dapat menjadi big data dimana semua pihak dapat mengakses.

Rekomendasi serupa juga sudah disampaikan dalam beberapa kali pertemuan dengan Bank Dunia dan Satuan Tugas Anti Pencucian Uang Internasional.

Mengantisipasi meningkatnya kebutuhan tenaga akuntan publik profesional IAPI telah meluncurkan IAPI Learning Center (ILC) yang diresmikan Kepala Bidang Pemeriksaan Profesi Akutansi - Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan RI pada Kamis (24/1).

Tarko menjelaskan ILC merupakan langkah lanjut amanah UU RI No. 5 tahun 2011 tentang akuntan publik dan PP No. 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik yang di dalamnya mengatur tentang program pendidikan profesional berkelanjutan (PPL).

Baca juga: OJK kenakan sanksi akuntan publik terkait kasus SNP
Baca juga: BPK: sembilan kementerian dan lembaga diperiksa KAP