Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mencatat dana asing ke pasar keuangan domestik (inflow) sepanjang tiga pekan pertama 2019 mencapai Rp19,2 triliun.

Aliran dana tersebut turut menambah suplai valuta asing dan memperkuat nilai tukar rupiah pada awal 2019.

Jika melihat kurs tengah BI, nilai rupiah pada 25 Januari 2019 tercatat Rp14.163 per dolar AS atau menguat dua persen dibanding posisi 2 Januari 2019 yang Rp14.465 per dolar AS.

"Modal asing yang masuk ini juga menjadi faktor kenapa nilai tukar rupiah terus stabil, bahkan dalam beberapa hari terakhir ini terus menguat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat.

Aliran modal asing masuk sebesar Rp19,2 triliun itu selama periode 2-24 Januari 2019.

Sebanyak Rp8,02 triliun dari modal asing itu masuk ke surat berharga negara (SBN), sedangkan sisanya ke saham dan obligasi korporasi.

Derasnya dana asing yang masuk itu, ujar Perry, menggambarkan keyakinan pelaku pasar global terhadap perbaikan dan kebijakan yang diterapkan BI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pemerintah Indonesia.

"Ini kepercayaan diri terhadap prospek ekonomi Indonesia. Terbukti dari masuknya aliran modal asing di tengah kondisi global yang masih tidak menentu," ujar dia.

Dalam beberapa waktu ke depan, kata Perry, Bank Sentral akan terus meningkatkan koordinasi dengan dan lembaga lain di industri keuangan untuk menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.

Dengan begitu, sentimen positif bagi pergerakan nilai tukar rupiah di perdagangan akan terjaga.

Sebelumnya, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 Januari 2019, Bank Sentral memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar enam persen untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.

BI menilai pertumbuhan ekonomi dunia saat ini masih melandai, namun ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda.

"Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang terbatas. Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish (menahan suku bunga) dan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Funds Rate [FFR]," kata Perry.

BI juga menilai pertumbuhan ekonomi Eropa juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula memengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Eropa (Europan Central Bank/ECB).

Baca juga: BI: Modal asing masuk Rp14,7 triliun topang penguatan rupiah
Baca juga: Utang luar negeri capai Rp5.220 triliun, BI sebut masih aman
Baca juga: BI yakinI inflasi Januari terjaga di 0,48 persen