Jakarta (ANTARA News) - Calon presiden diminta nantinya memilih jaksa agung yang memiliki visi melakukan reformasi di kejaksaan, misalnya peningkatan profesionalitas jaksa dalam melakukan upaya hukum.

"Kami menganggap jaksa agung sekarang tidak secara tegas melakukan reformasi di kejaksaan, ya harus harus jelas visi reformasi di kejaksaan," ujar Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu di Jakarta, Rabu.

Erasmus mencontohkan dalam kasasi kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjerat Baiq Nuril, padahal putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram menyatakan Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah.

Jaksa agung, menurut dia, seharusnya memberikan perhatian adanya jaksa penuntut umum yang melakukan kesalahan seperti itu.

"Makanya harus jelas peta reformasi tubuh kejaksaan bagaimana, kan yang ini tidak rahu visi jaksa agung apa, selain dia petugas partai memang," kata Erasmus.

Ia tidak mempersoalkan jaksa agung dari partai, asalkan memiliki kompetensi dan visi reformasi di tubuh kejaksaan.

Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan Indro Sugianto mengatakan jaksa agung harus mampu menjalankan visi misi dari capres dalam bidang hukum, di antaranya memberikan kepastian hukum dan menghadirkan negara dalam situasi apa pun.

"Jadi strategi dan staf kepemimpinan yang bagaimana. Presiden harus mulai menentukan harusnya jaksa agung yang bagaimana yang bisa menjalankan visinya," kata Indro Sugianto.

Dengan begitu, penunjukkan jaksa agung bukan sekedar pertimbangan politis karena banyak jaksa nonparpol yang berkualitas.

Menurut dia, jaksa agung dari parpol memiliki kesulitan apa pun yang dilakukan atau tidak dilakukan akan dipersepsikan satu kotak dengan partai politik oleh masyarakat.

Baca juga: Usulan Jaksa Agung dinilai politis

Baca juga: Kejagung dan MA diminta lakukan moratorium hukuman mati

Baca juga: Laporan masyarakat soal kejaksaan paling banyak dari Jawa Timur