Dengarkan suara anak dalam pemulihan pascabencana
23 Januari 2019 18:00 WIB
Pengungsi anak korban bencana gempa dan likuifaksi bermain dan belajar bersama sejumlah relawan di Kamp Pengungsian Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (3/1/2019). Selain menghibur, kegiatan itu juga mengurangi rasa trauma serta kejenuhan anak-anak selama tinggal di pengungsian sejak September 2018 lalu. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/pd. )
Palu (Antara News) - Seorang pegiat sosial Vanda Lengkong mengatakan bahwa suara anak penting sekali didengarkan dalam upaya pemulihan pascabencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.
"Suara anak penting untuk didengar dan dapat menjadi kunci utama dalam sebuah tahapan proses pembangunan untuk pemulihan korban bencana di Sulteng," ucap Vanda Lengkongm saat berbicara mewakikli empat Yayasan Plan Internasional Indonesia dalam peluncuran hasil Listening to Children di Palu, Rabu.
Partisipasi anak, menurut dia, akan menjadi salah satu wujud nyata kegiatan pemulihan pascabencana yang mengharuskan perbaikan di sejumlah aspek pembangunan.
"Suara anak penting didengar untuk bisa menggali apa yang menjadi kebutuhan mereka," kata Vanda.
Ia menyebut UNICEF, YPII, Wahana Visi Indonesia (WVI) dan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) melakukan konsultasi melibatkan Pemprov Sulteng bertajuk "Dengarkan Suara Anak".
Konsultasi itu melibatkan 244 anak yang terdiri atas 130 anak perempuan dan 114 laki-laki. Hal ini telah dilakukan sejak akhir bulan November 2018 di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.
Konsultasi itu bertujuan mengidentifikasi dan memahami kebutuhan serta masalah paling mendesak melalui perspektif anak, yang nantinya dapat menjadi rekomendasi kepada pemerintah dan pelaku respon kemanusiaan untuk penanganan pascabencana yang lebih sensitif terhadap kebutuhan anak.
"Anak korban bencana harus didengar dan ditindaklanjuti pendapatnya karena memiliki pengalaman dan kebutuhan yang berbeda," ujar Vanda Lengkong.
Dalam konsultasi "Dengarkan Suara Anak" metode pengumpulan data yang partisipatif dan ramah anak melalui diskusi kelompok terfokus (FGD), semi-structured interview, diskusi kelompok mendalam, transect walk, menggambar, dan bermain peran.
Melalui metode ini, anak-anak bisa dengan leluasa menyampaikan kebutuhan dan pandangan mereka terhadap penanganan bencana gempa di Palu, Sigi dan Donggala.?
Hal ini sejalan dengan komitmen standar kemanusiaan inti dalam hal Kualitas dan akuntabilitas (Core Humanitarian Standard, komitmen dan komitmen).
Konsultasi bertajuk "Dengarkan Suara Anak" dirangkaikan dengan Peluncuran Hasil Listening To Children (LIC) yang dibuka Sekda Sulteng Hidayat Lamakarate.*
Baca juga: Pemerintah evaluasi layanan bagi anak korban bencana Sulteng
Baca juga: Save the Children bantu reunifikasi 86 anak korban gempa Palu dengan keluarga
"Suara anak penting untuk didengar dan dapat menjadi kunci utama dalam sebuah tahapan proses pembangunan untuk pemulihan korban bencana di Sulteng," ucap Vanda Lengkongm saat berbicara mewakikli empat Yayasan Plan Internasional Indonesia dalam peluncuran hasil Listening to Children di Palu, Rabu.
Partisipasi anak, menurut dia, akan menjadi salah satu wujud nyata kegiatan pemulihan pascabencana yang mengharuskan perbaikan di sejumlah aspek pembangunan.
"Suara anak penting didengar untuk bisa menggali apa yang menjadi kebutuhan mereka," kata Vanda.
Ia menyebut UNICEF, YPII, Wahana Visi Indonesia (WVI) dan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) melakukan konsultasi melibatkan Pemprov Sulteng bertajuk "Dengarkan Suara Anak".
Konsultasi itu melibatkan 244 anak yang terdiri atas 130 anak perempuan dan 114 laki-laki. Hal ini telah dilakukan sejak akhir bulan November 2018 di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.
Konsultasi itu bertujuan mengidentifikasi dan memahami kebutuhan serta masalah paling mendesak melalui perspektif anak, yang nantinya dapat menjadi rekomendasi kepada pemerintah dan pelaku respon kemanusiaan untuk penanganan pascabencana yang lebih sensitif terhadap kebutuhan anak.
"Anak korban bencana harus didengar dan ditindaklanjuti pendapatnya karena memiliki pengalaman dan kebutuhan yang berbeda," ujar Vanda Lengkong.
Dalam konsultasi "Dengarkan Suara Anak" metode pengumpulan data yang partisipatif dan ramah anak melalui diskusi kelompok terfokus (FGD), semi-structured interview, diskusi kelompok mendalam, transect walk, menggambar, dan bermain peran.
Melalui metode ini, anak-anak bisa dengan leluasa menyampaikan kebutuhan dan pandangan mereka terhadap penanganan bencana gempa di Palu, Sigi dan Donggala.?
Hal ini sejalan dengan komitmen standar kemanusiaan inti dalam hal Kualitas dan akuntabilitas (Core Humanitarian Standard, komitmen dan komitmen).
Konsultasi bertajuk "Dengarkan Suara Anak" dirangkaikan dengan Peluncuran Hasil Listening To Children (LIC) yang dibuka Sekda Sulteng Hidayat Lamakarate.*
Baca juga: Pemerintah evaluasi layanan bagi anak korban bencana Sulteng
Baca juga: Save the Children bantu reunifikasi 86 anak korban gempa Palu dengan keluarga
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: