Masih ada pekerja Indonesia yang terjerat utang di Hong Kong
21 Januari 2019 20:57 WIB
Sekretaris Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Hong Kong Law Chi-kwong (pertama kanan) menjelaskan perlunya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/1/2019). (ANTARA News/Yashinta Difa)
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Hong Kong Law Chi-kwong mengungkapkan masih ada pekerja Indonesia yang terjerat utang di Hong Kong.
"Meskipun sangat jarang, mungkin hanya sekitar 0,01 persen kasus. Tetapi masalah ini masih saja terjadi," kata Law dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/1).
Jeratan utang (debt bondage) menjadi salah satu isu yang diperhatikan pemerintah Hong Kong maupun Indonesia, dalam hal perlindungan pekerja migran Indonesia.
Penyebab kasus ini, salah satunya, latar belakang pekerja migran yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga mereka membutuhkan uang untuk melunasi pinjaman ongkos berangkat ke Hong Kong.
Alasan kedua yang sering dijumpai adalah kejadian atau kebutuhan mendadak yang mengharuskan pekerja migran mengirimkan sejumlah besar uang kepada keluarganya di tanah air.
"Tetapi bagi pekerja biasa, meminjam uang pada institusi keuangan yang legal di Hong Kong bukan perkara gampang. Akhirnya mereka terpaksa meminjam ke pihak ketiga," ujar Law.
Meminjam uang ke pihak ketiga akan menjadi perkara serius saat pekerja migran dihadapkan pada ancaman bunga yang tinggi, sementara mereka juga tidak melapor kepada otoritas setempat karena takut kehilangan pekerjaan.
"Karena itu penting bagi pemerintah Hong dan Indonesia untuk berdiskusi bagaimana mengurangi kasus seperti ini," kata Law.
Kesejahteraan dan perlindungan menjadi aspek penting untuk menarik lebih banyak pekerja migran, termasuk dari Indonesia, ke Hong Kong.
Karena itu, dalam kunjungannya ke Indonesia, Law dijadwalkan bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, perwakilan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), asosiasi agen tenaga kerja, dan pusat pelatihan tenaga kerja untuk bertukar pandangan dan memperkuat kerja sama perlindungan pekerja migran Indonesia di Hong Kong.
Saat ini, tercatat 380 ribu migran bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan caregiver di Hong Kong. Dari jumlah tersebut, 165 ribu pekerja migran atau sekitar 43 persen berasal dari Indonesia.
Jumlah migran yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga diperkirakan akan bertambah menjadi 600 ribu pekerja migran dalam 30 tahun ke depan, seiring penuaan populasi Hong Kong.
Baca juga: Hong Kong akan butuh lebih banyak pekerja migran dari Indonesia
Baca juga: Indonesia-Hong Kong sepakat tingkatkan perlindungan pekerja migran
Baca juga: Indonesia nyatakan siap penuhi kebutuhan pengasuh lansia di Hong Kong
"Meskipun sangat jarang, mungkin hanya sekitar 0,01 persen kasus. Tetapi masalah ini masih saja terjadi," kata Law dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/1).
Jeratan utang (debt bondage) menjadi salah satu isu yang diperhatikan pemerintah Hong Kong maupun Indonesia, dalam hal perlindungan pekerja migran Indonesia.
Penyebab kasus ini, salah satunya, latar belakang pekerja migran yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga mereka membutuhkan uang untuk melunasi pinjaman ongkos berangkat ke Hong Kong.
Alasan kedua yang sering dijumpai adalah kejadian atau kebutuhan mendadak yang mengharuskan pekerja migran mengirimkan sejumlah besar uang kepada keluarganya di tanah air.
"Tetapi bagi pekerja biasa, meminjam uang pada institusi keuangan yang legal di Hong Kong bukan perkara gampang. Akhirnya mereka terpaksa meminjam ke pihak ketiga," ujar Law.
Meminjam uang ke pihak ketiga akan menjadi perkara serius saat pekerja migran dihadapkan pada ancaman bunga yang tinggi, sementara mereka juga tidak melapor kepada otoritas setempat karena takut kehilangan pekerjaan.
"Karena itu penting bagi pemerintah Hong dan Indonesia untuk berdiskusi bagaimana mengurangi kasus seperti ini," kata Law.
Kesejahteraan dan perlindungan menjadi aspek penting untuk menarik lebih banyak pekerja migran, termasuk dari Indonesia, ke Hong Kong.
Karena itu, dalam kunjungannya ke Indonesia, Law dijadwalkan bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, perwakilan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), asosiasi agen tenaga kerja, dan pusat pelatihan tenaga kerja untuk bertukar pandangan dan memperkuat kerja sama perlindungan pekerja migran Indonesia di Hong Kong.
Saat ini, tercatat 380 ribu migran bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan caregiver di Hong Kong. Dari jumlah tersebut, 165 ribu pekerja migran atau sekitar 43 persen berasal dari Indonesia.
Jumlah migran yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga diperkirakan akan bertambah menjadi 600 ribu pekerja migran dalam 30 tahun ke depan, seiring penuaan populasi Hong Kong.
Baca juga: Hong Kong akan butuh lebih banyak pekerja migran dari Indonesia
Baca juga: Indonesia-Hong Kong sepakat tingkatkan perlindungan pekerja migran
Baca juga: Indonesia nyatakan siap penuhi kebutuhan pengasuh lansia di Hong Kong
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azizah Fitriyanti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: