Managua, Nikaragua (Antara/Reuters) - Salah satu wartawan politik yang berpengaruh di Nikaragua pada Minggu (20/1), mengatakan dia mengasingkan diri ke Kosta Rika, setelah mendapat ancaman dari pemerintah.

Pemerintah Nikaragua belakangan ini telah melakukan penumpasan besar-besaran terhadap unjuk rasa yang menentang Presiden Daniel Ortega.

Wartawan Fernando Chamorro sebelumnya menuduh pemerintah menerapkan taktik otoriter yang terus meningkat untuk membersihkan Nikaragua dari pembangkang.

Wartawan ternama tersebut mengumumkan kepergiannya di program televisinya tanpa merinci ancaman yang membuatnya meninggalkan Nikaragua. Dia mengatakan berencana untuk melanjutkan peliputan dari Kota San Jose, tempat pemerintah Kosta Rika telah menerima dia dan istrinya.

Dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada Desember, Chamorro mengatakan dia menjadi sasaran ancaman pembunuhan di media sosial. Dia juga khawatir bahwa pemerintah akan menuntutnya sebagai alasan untuk memenjarakannya.

Chamorro mengatakan kepolisian menggerebek kantornya pada awal Desember dan menyita peralatannya, memaksanya untuk bekerja nyaris dari tempat persembunyian.

Pemerintah Nikaragua tidak memberikan pernyataan terkait peristiwa itu. Mereka berulang kali mengatakan bahwa kebebasan berekspresi ada di negara itu.

Chamorro, putra mantan Presiden Violeta Chamorro --yang juga pengkritik Ortega, menjalankan harian digital Confidencial dan menjadi pemandu acara di beberapa program berita.

Ayahnya, Pedro Joaquin Chamorro, pengusaha yang juga wartawan yang tewas dibunuh saat masih memimpin harian La Prensa, merupakan penentang diktaktor berhaluan kanan Anastasio Somoza pada akhir 1970an. Fernando Chamorro sendiri memenangkan penghargaan dari Sekolah Jurnalistik Columbia, New York, pada 2010 atas liputan pemantauan Nikaragua.

Pada awal April tahun lalu, Nikaragua dihantam salah satu krisis terburuk sejak perang saudara pada 1980-an. Negara itu juga dilanda sejumlah unjuk rasa sebelum dibendung oleh pemerintah.

Menurut Pusat HAM Nikaragua, lebih dari 300 orang tewas dalam unjuk rasa dan lebih dari 500 lainnya ditangkap. Puluhan wartawan juga dipukuli dan diancam, kata sejumlah organisasi HAM.