Analis: pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi sentimen eksternal
21 Januari 2019 11:26 WIB
Pegawai Bank Indonesia (BI) Kendari menunjukan uang kertas rupiah lusuh yang ditukarkan oleh masyarakat di Bank Indonesia Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (29/12/2018). Sebanyak empat uang kertas rupiah yang dicabut dari peredaran Tahun Emisi (TE) 1998 oleh Bank Indonesia, pencabutan dan penarikan beberapa pecahan uang kertas rupiah dilakukan hingga 30 Desember 2018. ANTARA FOTO/Jojon/pd.
Jakarta (ANTARA News) - Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, pergerakan rupiah pada Senin ini masih akan banyak dipengaruhi sejumlah sentimen eksternal.
"Data makro di Tiongkok mengalami penurun di pertumbuhan ekonomi, turun dari 6,5 persen menjadi 6,4 persen. Tingkat pengangguran juga meningkat menjadi 4,9 persen. Jadi wajar, kemungkinan ini secara tidak langsung mempengaruhi kinerja Yuan dan di sisi lain dolar juga menguat," ujar Nafan kepada Antara di Jakarta, Senin.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi sempat bergerak menguat 14 poin menjadi Rp14.178 dibanding posisi sebelumnya Rp14.192 per dolar AS. Namun kemudian rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.215 per dolar AS.
Selain itu, sentimen eksternal lainnya yaitu terkait Brexit. Perdana Menteri Inggris Theresa May menghadapi kekalahan di depan Parlemen Inggris yang menolak draf Brexitnya.
Kendati demikian, May masih bisa mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri ditengah serangan "no confidence vote" dari partai oposisi, Jeremy Corbyn. Hal ini dinilai positif oleh pasar dengan catatan bahwa hal terburuk, yaitu "no-deal Brexit" bisa terelakkan.
Theresa May sendiri akan kembali berpidato di depan parlemen Inggris menyampaikan perkembangan rencana Brexit tersebut.
"Para pelaku pasar global akan menantikan pidato Theresa May. Itu yang akan memengaruhi GBP. Kalau GBP menguat, rupiah juga akan menguat, tapi jika melemah ya akan membuat rupiah juga melemah," ujar Nafan.
Sementara itu, dari sisi domestik sendiri, masih minim sentimen positif. Ia memprediksi rupiah hari ini akan berada di kisaran Rp14.155 per dolar AS hingga Rp14.255 per dolar AS.
"Data makro di Tiongkok mengalami penurun di pertumbuhan ekonomi, turun dari 6,5 persen menjadi 6,4 persen. Tingkat pengangguran juga meningkat menjadi 4,9 persen. Jadi wajar, kemungkinan ini secara tidak langsung mempengaruhi kinerja Yuan dan di sisi lain dolar juga menguat," ujar Nafan kepada Antara di Jakarta, Senin.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi sempat bergerak menguat 14 poin menjadi Rp14.178 dibanding posisi sebelumnya Rp14.192 per dolar AS. Namun kemudian rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.215 per dolar AS.
Selain itu, sentimen eksternal lainnya yaitu terkait Brexit. Perdana Menteri Inggris Theresa May menghadapi kekalahan di depan Parlemen Inggris yang menolak draf Brexitnya.
Kendati demikian, May masih bisa mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri ditengah serangan "no confidence vote" dari partai oposisi, Jeremy Corbyn. Hal ini dinilai positif oleh pasar dengan catatan bahwa hal terburuk, yaitu "no-deal Brexit" bisa terelakkan.
Theresa May sendiri akan kembali berpidato di depan parlemen Inggris menyampaikan perkembangan rencana Brexit tersebut.
"Para pelaku pasar global akan menantikan pidato Theresa May. Itu yang akan memengaruhi GBP. Kalau GBP menguat, rupiah juga akan menguat, tapi jika melemah ya akan membuat rupiah juga melemah," ujar Nafan.
Sementara itu, dari sisi domestik sendiri, masih minim sentimen positif. Ia memprediksi rupiah hari ini akan berada di kisaran Rp14.155 per dolar AS hingga Rp14.255 per dolar AS.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019
Tags: