Mitigasi bencana bagian dari pendidikan lingkungan hidup
17 Januari 2019 10:38 WIB
Perwakilan Ikatan Ahli Geologi Indonesia NTB Kusnadi (kanan) menjelaskan tentang retakan permukaan (surface rupture) dampak gempa Lombok saat sesi kunjungan lokasi pada Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana di Dusun Panggung Barat, Desa Slengen, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, NTB, Selasa (8/1/2019). (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/wsj.)
Bogor (ANTARA News) - Pendidikan mitigasi bencana tsunami sangat tepat masuk dalam kurikulum pendidikan lingkungan hidup, karena bencana tersebut erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan.
"Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan kepada Antara di Bogor, Kamis.
Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia.
Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrovenya tidak ada.
"Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak," katanya.
Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back) yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup.
Hendra mengatakan, beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung memunculkan sejumlah isu. Diantaranya, perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana.
"Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," katanya.
Dan sampai saat ini, lanjutnya, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipkan.
Menurut dia, ketiga pemerintah masih berwacana pendidikan mitigasi bencana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak tahun 2008.
"Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra.
Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina.*
Baca juga: Yogyakarta jadikan kampung ujung tombak mitigasi bencana
Baca juga: BNPB: pariwisata rentan terganggu bencana
"Sangat tepat jika pendidikan mitigasi bencana tsunami itu dimasukkan dalam pendidikan lingkungan hidup. Ini sinergi, tidak bisa dipisahkan," kata Peneliti Utama Pusat Litbang Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hendra Gunawan kepada Antara di Bogor, Kamis.
Hendra mengatakan, bencana alam ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Bencana bisa disebabkan oleh alam dan bisa juga disebabkan oleh manusia.
Umumnya bencana tsunami terjadi mengakibatkan banyak jatuh korban karena kerusakan lingkungan. Seperti tsunami terjadi, karena mangrovenya tidak ada.
"Contoh di Palu dan Carita, Banten, sudah tidak ada mangrove, sehingga korbannya jadi lebih banyak," katanya.
Menurut Hendra, ada umpan balik (feed back) yang terus berputar antara bencana dengan kerusakan lingkungan. Sehingga tepat jika mitigasi bencana bagian dari lingkungan hidup.
Hendra mengatakan, beragam bencana melanda Indonesia sepanjang 2018, terakhir Tsunami di Selat Sunda yang menerjang Banten, dan Lampung memunculkan sejumlah isu. Diantaranya, perlunya sistem peringatan dini, mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat tentang pengetahuan kesiapsiagaan bencana.
"Mulai dari presiden, menteri mengarahkan pendidikan mitigasi bencana harus masuk kurikulum. Termasuk Gubernur Jawa Barat juga mengarahkan demikian," katanya.
Dan sampai saat ini, lanjutnya, pendidikan mitigasi bencana masih dalam wacana. Belum diketahui mitigasi bencana dalam bentuk apa, yang jelas bukan sebagai pelajaran tersendiri, tetapi bagian dari pelajaran atau disisipkan.
Menurut dia, ketiga pemerintah masih berwacana pendidikan mitigasi bencana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah lebih dulu menerapkan pendidikan mitigasi bencana melalui Sekolah Magrove yang dimulai sejak tahun 2008.
"Sejak 2017 pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah di Indramayu, sudah dilengkapi pula dengan buku panduannya," kata Hendra.
Buku pendidikan lingkungan hidup mitigasi bencana tematik mangrove disusun oleh tim yang melibatkan KLHK, LIPI, dan Pemkab Indramayu, serta Pertamina.*
Baca juga: Yogyakarta jadikan kampung ujung tombak mitigasi bencana
Baca juga: BNPB: pariwisata rentan terganggu bencana
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: