Laporan dari Washington
Mendag: Ada kemajuan pembahasan GSP, fasilitas ekspor ke AS masih berlaku
16 Januari 2019 10:51 WIB
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai membahas tentang fasilitas kemudahan perdagangan Generalized System of Preference (GSP) di Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (15/1/2019). (ANTARA News/M Razi Rahman)
Washington DC (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa ada kemajuan dalam pembahasan mengenai penerapan pemberian fasilitas kemudahan perdagangan Generalized System of Preferences (GSP) oleh Amerika Serikat.
"Untuk GSP, kita sudah ada progres dan mereka (pemerintah Amerika Serikat) akan membahas lebih lanjut karena ada beberapa hal yang harus kita penuhi sambil menunggu kita memenuhi komitmen," kata Mendag usai melakukan pembahasan GSP di Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa waktu setempat atau Rabu pagi WIB.
Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi yang dilakukan AS terhadap status Indonesia sebagai negara penerima GSP masih berjalan, sehingga berbagai fasilitas terkait GSP yang diterima oleh beragam komoditas yang diekspor dari RI ke AS juga masih berlaku.
Mendag juga mengemukakan, dirinya juga bertemu dengan Kamar Dagang dan Industri AS (United States Chamber of Commerce) yang juga menunjukkan dukungan agar berbagai produk dari Indonesia juga masih tetap mendapatkan fasilitas GSP dari pemerintahan AS.
"Kadin AS akan bertemu Duta Besar USTR untuk membicarakan mengenai GSP," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, yaitu dengan membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara itu, termasuk Indonesia, ke dalam negeri Paman Sam tersebut.
Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP.
Program ini dinilai memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan.
Baca juga: Mendag katakan perpanjangan GSP untungkan Indonesia dan AS
Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Sedangkan pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan.
Bila Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima GSP, maka produk Indonesia ke Indonesia yang saat ini menerima GSP, ke depannya akan dikenakan bea masuk normal bila diekspor ke AS.
Baca juga: Mendag genjot perjanjian perdagangan atasi defisit
Baca juga: Dubes sebut nilai perdagangan RI-AS berpotensi capai 50 miliar dolar AS/tahun
Baca juga: Dolar menguat setelah Parlemen Inggris tolak kesepakatan Brexit
"Untuk GSP, kita sudah ada progres dan mereka (pemerintah Amerika Serikat) akan membahas lebih lanjut karena ada beberapa hal yang harus kita penuhi sambil menunggu kita memenuhi komitmen," kata Mendag usai melakukan pembahasan GSP di Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) di Washington DC, Amerika Serikat, Selasa waktu setempat atau Rabu pagi WIB.
Ia mengungkapkan bahwa proses evaluasi yang dilakukan AS terhadap status Indonesia sebagai negara penerima GSP masih berjalan, sehingga berbagai fasilitas terkait GSP yang diterima oleh beragam komoditas yang diekspor dari RI ke AS juga masih berlaku.
Mendag juga mengemukakan, dirinya juga bertemu dengan Kamar Dagang dan Industri AS (United States Chamber of Commerce) yang juga menunjukkan dukungan agar berbagai produk dari Indonesia juga masih tetap mendapatkan fasilitas GSP dari pemerintahan AS.
"Kadin AS akan bertemu Duta Besar USTR untuk membicarakan mengenai GSP," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, yaitu dengan membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara itu, termasuk Indonesia, ke dalam negeri Paman Sam tersebut.
Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, Pemerintah Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP.
Program ini dinilai memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan.
Baca juga: Mendag katakan perpanjangan GSP untungkan Indonesia dan AS
Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Sedangkan pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan melakukan peninjauan pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan.
Bila Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima GSP, maka produk Indonesia ke Indonesia yang saat ini menerima GSP, ke depannya akan dikenakan bea masuk normal bila diekspor ke AS.
Baca juga: Mendag genjot perjanjian perdagangan atasi defisit
Baca juga: Dubes sebut nilai perdagangan RI-AS berpotensi capai 50 miliar dolar AS/tahun
Baca juga: Dolar menguat setelah Parlemen Inggris tolak kesepakatan Brexit
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019
Tags: