Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) menyebutkan, larangan penggunaan plastik yang diterapkan sejumlah pemda di Indonesia mengancam kehidupan 25 juta pemulung di Tanah Air.

Ketua IPI, Pris Polly Lengkong, di Jakarta, Selasa, sangat keberatan atas kebijakan larangan penggunaan kemasan plastik karena jelas akan mengancam kehidupan pemulung. "Saat ini ada 25 juta pemulung yang menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan sampah bernilai ekonomi termasuk sampah plastik," katanya.

IPI meminta agar kebijakan tersebut dievaluasi mengingat dapat menimbulkan masalah baru yang lebih pelik. "Pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan yang dapat menimbulkan masalah baru. Pelarangan kemasan plastik tidak menyelesaikan masalah namun menimbulkan masalah baru," katanya.

Selama ini, ia menambahkan, sampah plastik -termasuk kantong plastik memiliki nilai ekonomi tinggi berkisar Rp 500 perkg.
Sedangkan sampah kemasan botol PET bahkan merupakan sampah bernila iekonomi yang amat tinggi mencapai Rp5000 perkg.

"Seharusnya pemerintah bukan melarang sampah plastik karena menyangkut hajat hidup banyak orang melainkan membuat sistem pengelolaan sampah yang lebih baik," katanya.

Menurut dia, jika pemerintah berniat mengurangi sampah plastik yang terbuang di alam termasuk di sungai hingga laut, maka pemerintah harus menyediakan lebih banyak lagi tempat pengumpulan sampah mulai tingkat rumah tangga hingga diangkut ke TPA.

"Di satu sisi pemerintah ingin mengurangi sampah plastik, tapi kenapa disisi lain pemerintah malah mengizinkan impor sampah plastik," kata Polly.

Ia telah bersurat kepada Pemda terkait namun sampai saat ini belum ada respon yang nyata sampai kemudian pihaknya akan mengadu ke DPR terkait persoalan itu.

Tak berhenti di situ, IPI bahkan berencana mengerahkan anggotanya untuk turun ke jalan jika tidak kunjung ada titik cerah atas persoalan tersebut.

Sampah plastik selama ini bisa digunakan sebagai bahan baku industri termasuk industri pembuatan alat rumah tangga, fesyen, furnitur, bahkan untuk botol PET bisa diolah menjadi botol PET kembali.

Oleh karena itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, berpendapat, pemerintah harus segera mencari solusi yang komprehensif. “Pemerintah harus terus mencari solusi komprehensif melalui kebijakan terintegrasi dan kolaborasi multipihak supaya tetap ada nilai tambah bagi semua pihak yg selama ini terkait," kata dia.