Tuntut keadilan pascabencana, ratusan warga Balaroa unjuk rasa
Helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyemprotkan cairan desinfektan melalui udara dengan metode water bombing di titik lokasi gempa likuifaksi, Balaroa dan Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (18/10/2018). Penyemprotan cairan desinfektan tersebut merupakan bagian dari tanggap darurat bertujuan membunuh kuman dan bakteri serta mengantisipasi vektor penyakit diare juga kolera yang bisa menjangkiti warga pengungsi pascagempa dan tsunami yang menewaskan 2.103 orang di sebagian wilayah Sulteng pada 28 September 2018. ANTARA FOTO/Darwin Fatir/wsj.
Ketua Forum Korban Likuifaksi Kelurahan Balaroa, Abdurrahman M Kasim, mengatakan aksi demonstrasi itu sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan negara yang tidak memiliki kepekaan atas bencana yang menimpa warga Kelurahan Balaroa.
"Kami ingin menuntut pertanggungjawaban pemerintah dan negara. Bencana likuifaksi sudah 100 hari berlalu, tapi hak-hak korban belum juga di penuhi. Apakah kami sebagai korban akan terus menetap di tenda-tenda dan shelter serta di tempat pengungsian lain," katana dalam unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Palu.
Aksi itu dimulai dari kantor DPRD Kota Palu dengan menjemput beberapa legislator, kemudian membawa mereka dalam pertemuan di Kantor Wali Kota Palu.
Di kantor Wali Kota Palu, masa aksi diterima Sekretaris Kota Palu, Asri dan beberapa kepala organisasi perangkat daerah (OPD) serta dihadiri Kapolres Palu AKBP Mujianto.
Sementara itu, Sekretaris forum, Agus Manggona mengatakan para korban bencana menuntut hak dan keadilan dari pemerintah, karena sudah 100 hari pascabencana, masyarakat masih tinggal di tenda-tanda pengungsian dan belum ada kepastian terhadap warga.
Indikatornya, lanjutnya, sangat jelas, yakni pembangunan hunian sementara (huntara) terhadap ribuan kepala keluarga (KK) warga Kelurahan Balaroa, di lokasi "Sport Center", belum juga direalisasikan.
Kalaupun ada yang dibangun di wilayah Kelurahan Duyu, sebutnya, dikhawatirkan akan menimbulkan gesekan di kalangan warga. Karena diketahui banyak pula warga Duyu yang menjadi korban, sehingga pantas saja, jika mereka yang mendiami hunian sementara tersebut.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, supaya cepat terealisasi. Kalau itu menjadi kewenangan Pemerintah Kota Palu dengan sepengetahuan DPRD, saya kira akan segera kita tindak lanjuti," ujar Sekretaris Kota Palu, Asri.
"Sementara jika persoalan itu menjadi kewenangan pemerintah pusat, baik itu Kementerian PUPR atau pun Kementerian Sosial dan BNPB, maka tentunya kami hanya sebatas koordinasi melalui Gubernur Sulteng, karena sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah," tambahnya.
Terkait dengan belum lengkapnya data, sehingga munculnya tahap pertama, kat dia, karena jika ada perbaikan kembali, dapat dimasukkan untuk tahap selanjutnya, dengan dilaporkan kembali kepada lurah di lingkungan masing-masing.
"Karena data itu diambil dari kelurahan dan OPD dan kami umumkan melalui Bappeda, sehingga kami berharap ada masukan dan tanggapan dari masyarakat," tambahnya.
Baca juga: Verifikasi santunan korban bencana Sulteng lebih rumit
Baca juga: Berjuang hidup di tengah kepungan reruntuhan Balaroa
Baca juga: Ratusan tenda pengungsi Balaroa siap ditempati
Pewarta: Fauzi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019