New York (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia meminta junta militer Myanmar untuk menghindarkan kekerasan dalam menghadapi demonstrasi damai di negara tersebut karena kekerasan akan merugikan Myanmar dan negara-negara ASEAN secara keseluruhan. "Pemerintah Indonesia ingin menyerukan agar pemerintahan Myanmar tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi demonstrasi damai," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda ketika menjawab ANTARA News usai pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan masyarakat Indonesia di New York, Selasa malam (Rabu WIB). "Sebab kalau itu yang terjadi (cara kekerasan, red), maka kerugian tidak hanya untuk rakyat Myanmar sendiri. Masalah Myanmar akan mendapat sorotan lebih besar secara negatif dari masyarakat internasional dan juga kerugian terhadap ASEAN," tambah Hassan. Ia menekankan bahwa pemerintah Indonesia selama ini mengikuti dengan prihatin perkembangan situasi di Myanmar. "Sekali lagi, gelombang demonstrasi di Yangon menunjukkan bahwa proses demokrasi melalui peta jalan menuju demokrasi masih belum mencapai kemajuan yang nyata. Juga sekarang telah menimbulkan reaksi dari rakyat Myanmar sendiri," ujarnya. Hassan mengungkapkan, para menteri luar negeri ASEAN akan melakukan pertemuan di New York pada Kamis (27/6) untuk meminta pihak Myanmar menjelaskan situasi yang terjadi di negara tersebut. ASEAN atau Perhimpunan Negara-negara di Asia Tenggara, saat ini beranggotakan 10 negara, yaitu Myanmar, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Menurut Hassan, pertemuan para Menlu ASEAN itu sebenarnya akan membahas rancangan Piagam ASEAN sebagai agenda utama. "Tetapi itu bisa menjadi kesempatan bagi para menteri untuk menanyakan (kepada pihak Myanmar, red) tentang apa yang sesungguhnya terjadi, serta apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Myanmar dalam mengantisipasi gelombang demonstrasi itu," katanya. "Yang pasti, kita akan menyampaikan seruan dan harapan agar cara-cara penanganan yang dilakukan tidak menggunakan kekerasan," ujar Hassan. Myanmar dalam beberapa terakhir ini dilanda ketegangan setelah ribuan pengunjuk rasa bersama para pendeta Budha turun ke jalan-jalan di Yangon. Menurut laporan perkembangan terakhir, kepolisian Myanmar telah menahan sekitar 200 biksu, sementara tentara dan polisi Myanmar menindak tegas para pemrotes terhadap pemerintah antara lain dengan melepaskan tembakan peringatan kepada para pemrotes pada Rabu yang membuat orang-orang berlarian mencari tempat berlindung. Ketegangan yang meningkat di Myanmar telah menarik perhatian Sidang Majelis Umum PBB yang sedang berlangsung di Markas PBB di New York. Sekjen PBB Ban Ki-moon dan beberapa pemimpin dunia meminta junta militer Myanmar menahan diri dari tindakan kekerasan. Presiden AS George W. Bush, dalam pidato di Sidang Majelis Umum, menyeru semua negara agar "membantu rakyat Burma memperoleh kembali kebebasan mereka" dan mengumumkan sanksi baru atas para jenderal, keluarga dan pendukung mereka. Uni Eropa, yang memiliki 27 anggota, menyatakan perhimpunan itu akan "memberlakukan kembali dan memperkuat" sanksi terhadap para penguasa Myanmar kalau demonstrasi tersebut dipadamkan dengan penggunaan kekuatan.(*)