Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan Presiden dan DPR-RI perlu memanggil dan mengevaluasi kinerja Jaksa Agung dalam menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu.

"Baru-baru ini Jaksa Agung kembali mengembalikan kepada Komnas HAM sembilan berkas perkara pelanggaran HAM berat, padahal ini bagian dari agenda menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang tertuang dalam TAP MPR dan undang-undang," ujar Usman di Jakarta, Jumat.

Menurut Usman, penolakan Jaksa Agung untuk menyidik kasus HAM masa lalu sama dengan menolak amanat undang-undang, sehingga Presiden Joko Widodo dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat [DPR-RI] harus memanggil Jaksa Agung untuk meminta penjelasan terkait pengembalian berkas-berkas kasus HAM masa lalu yang berulang bertahun-tahun.

Baca juga: Komnas HAM beri catatan atas pengembalian berkas

"Keputusan Jaksa Agung untuk mengembalikan berkas sembilan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu adalah bentuk ketidakpatuhan Jaksa Agung pada perintah Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar Usman

Jaksa Agung dikatakan Usman perlu mengkaji ulang keputusan tersebut serta melakukan penyidikan.

Menurut Usman, bila Presiden Joko Widodo dan DPR sebagai dua lembaga tinggi negara tidak mengambil langkah, maka akan memberi kesan adanya sikap kurang peduli untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Sejak awal tahun 2000, Komnas HAM telah beberapa kali melimpahkan berkas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ke Jaksa Agung.

Kecuali untuk berkas Timor-Timur dan Tanjung Priok, institusi tersebut selalu mengembalikan berkas dengan dalih formal maupun kurangnya bukti yang memadai walaupun keputusan pengembalian tersebut dilakukan tanpa melalui proses penyidikan.

"Seharusnya Jaksa Agung melakukan penyidikan atas kasus-kasus tersebut, nanti proses penyidikanlah yang akan mengkonfirmasi apakah bukti-bukti yang telah dikumpulkan Jaksa Agung cukup atau tidak untuk membawa kasus-kasus HAM masa lalu tersebut ke pengadilan HAM," ujar Usman.

Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan keluarga korban pada bulan Mei 2018 berjanji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.