Legislator: pemerintah tidak tegas atur iklan rokok
8 Januari 2019 16:38 WIB
Anggota Komisi IX DPR Sumarjati Arjoso saat menjadi narasumber dalam diskusi kelompok terfokus yang diadakan Indonesia Institute for Social Development (IISD) bekerja sama dengan Aliansi Bupati-Walikota Indonesia Peduli KTR di Jakarta, Selasa (8/1/2019). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR Sumarjati Arjoso menilai pemerintah tidak tegas mengatur iklan, promosi dan sponsor rokok meskipun sudah banyak aturan yang menyentuh hal itu.
"Ini kesalahan kita semua, termasuk pemerintah dan DPR. Akibat paparan iklan rokok, prevalensi perokok anak meningkat," kata Sumarjati dalam sebuah diskusi kelompok terfokus di Jakarta, Selasa.
Merujuk Riset Kesehatan Dasar 2018, politisi Partai Gerindra itu mengatakan meskipun prevalensi konsumsi tembakau penduduk usia di bawah 15 tahun mengalami penurunan, tetapi prevalensi merokok usia 10 tahun hingga 18 tahun terus mengalami peningkatan.
Pada 2013, prevalensi merokok usia 10 tahun hingga 18 tahun pada posisi 7,2 persen. Pada 2018, prevalensinya meningkat menjadi 9,1 persen.
"Angka tersebut jauh dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2019 yang menargetkan penurunan prevalensi merokok menjadi 5,4 persen," tuturnya.
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) itu mengatakan Indonesia sudah mengalami pandemi rokok. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penduduk merokok setelah China dan India.
Data Kementerian Kesehatan pada 2013, kerugian pandemi rokok mencapai Rp378,7 triliun, dihitung dari produktivitas yang hilang, biaya belanja rokok dan biaya penyakit akibat rokok.
Sumarjati menjadi salah satu narasumber dalam diskusi kelompok terfokus bersama bupati dan walikota yang diadakan Indonesia Institute for Social Development (IISD) bekerja sama dengan Aliansi Bupati-Walikota Indonesia Peduli KTR.
Baca juga: Iklan rokok daring sasar anak-remaja
Baca juga: Efek terpaan iklan rokok daring pada remaja
Baca juga: LPAI: perlindungan anak dari rokok masih rendah
"Ini kesalahan kita semua, termasuk pemerintah dan DPR. Akibat paparan iklan rokok, prevalensi perokok anak meningkat," kata Sumarjati dalam sebuah diskusi kelompok terfokus di Jakarta, Selasa.
Merujuk Riset Kesehatan Dasar 2018, politisi Partai Gerindra itu mengatakan meskipun prevalensi konsumsi tembakau penduduk usia di bawah 15 tahun mengalami penurunan, tetapi prevalensi merokok usia 10 tahun hingga 18 tahun terus mengalami peningkatan.
Pada 2013, prevalensi merokok usia 10 tahun hingga 18 tahun pada posisi 7,2 persen. Pada 2018, prevalensinya meningkat menjadi 9,1 persen.
"Angka tersebut jauh dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2019 yang menargetkan penurunan prevalensi merokok menjadi 5,4 persen," tuturnya.
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) itu mengatakan Indonesia sudah mengalami pandemi rokok. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penduduk merokok setelah China dan India.
Data Kementerian Kesehatan pada 2013, kerugian pandemi rokok mencapai Rp378,7 triliun, dihitung dari produktivitas yang hilang, biaya belanja rokok dan biaya penyakit akibat rokok.
Sumarjati menjadi salah satu narasumber dalam diskusi kelompok terfokus bersama bupati dan walikota yang diadakan Indonesia Institute for Social Development (IISD) bekerja sama dengan Aliansi Bupati-Walikota Indonesia Peduli KTR.
Baca juga: Iklan rokok daring sasar anak-remaja
Baca juga: Efek terpaan iklan rokok daring pada remaja
Baca juga: LPAI: perlindungan anak dari rokok masih rendah
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019
Tags: