Literasi bisa menjadi daya tangkal terhadap hoaks
6 Januari 2019 20:43 WIB
Warga membaca buku dari layanan Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Taman Sempur, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/12/2018). Kolecer yang diluncurkan Dinas Perpustakaan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Provinsi Jawa Barat dalam bentuk perpustakaan mini di ruang publik yang mampu memuat 80 buku tersebut sebagai bentuk inovasi agar masyarakat dapat mengisi waktunya dengan membaca. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.
Jakarta (ANTARA News) - Literasi bisa menjadi daya pertahanan bagi bangsa terkait maraknya berita bohong atau hoaks, namun tingkat literasi masyarakat Indonesia sangat rendah.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Reni Marlinawati dalam Proyeksi Awal Tahun 2019 yang disiarkan Antara, Minggu, menyatakan prihatin terhadap rendahnya tingkat literasi Indonesia.
Merujuk data Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat 64 dari 72 negara yang rutin membaca. Sedangkan menurut data The World Most Literate Nation Study, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara.
Data ini harus direspons pemerintah dan pihak terkait untuk membuat terobosan out of the box untuk meningkatkan minat baca bagi masyarakat Indonesia. Salah satu yang bisa dilakukan, misalnya, mendorong pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap buku tidak hanya pada buku ajar saja, tetap jenis buku lainnya.
Hal ini mengingat literasi juga menjadi daya pertahanan bagi bangsa ini atas maraknya hoaks.
Pada bagian lain dia mengemukakan, rencana pemerintah untuk kembali memasukan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) perlu segera direalisasikan pada tahun ajaran baru 2019/2020.
"Hanya saja, pemerintah harus memodifikasi PMP agar tak menjadi mata pelajaran yang sifatnya komplementer, indoktrinasi dan menjenuhkan bagi anak didik," katanya.
Menurut dia, PMP harus menjadi benteng ideologi bangsa sejak dini bagi anak didik dengan mengemas sesuai dengan usia anak didik yang berkarakter millennial ini.
Penguatan pendidikan karakter anak didik melalui Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter harus semakin dikuatkan dalam implementasi di lapangan. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah baik pemprov dan pemkab/pemkot harus membuat peta jalan (road map) atas pelaksanaan perpres tersebut.
Tantangan penguatan karakter terhadap anak didik semakin urgen di tengah perkembangan era digital yang semakin massif ini. "Pelaksanaan Perpres 87/2017 tampak belum maksimal di lapangan," katanya.
Baca juga: Psikolog anggap penting ajarkan literasi finansial sejak dini
Terkait tenaga guru, khususnya guru honorer, dia mengemukakan, persoalan tenaga guru honorer diharapkan dapat tuntas dengan penerbitan PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebagai landasan yuridis untuk menyelesaikan persoalan tenaga pendidik yang belum berstatus PNS.
Harapannya, tahun 2019 tak ada lagi persoalan yang muncul dari guru honorer. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan jumlah guru honorer se-Indonesia sebanyak 1,5 juta orang yang terdiri atas guru bukan PNS di sekolah negeri 735 ribu dan guru bukan PNS di sekolah swasta 790 ribu.
Sedangkan mengenai keberadaan dana abadi riset yang mulai dialokasikan pada tahun 2019 sebanyak Rp1 triliun diharapkan dapat menstimulus peningkatan geliat riset di Indonesia. Riset harus diintegrasikan pada semangat (spirit) pengembangan SDM dalam negeri dan kebutuhan dalam negeri seperti penguatan ekonomi kreatif.
"Politik anggaran dana riset ini sebagai langkah nyata penguatan SDM Indonesia sebagaimana komitmen Presiden Jokowi," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Baca juga: Praktisi sebut bonus demografi harus didukung literasi keuangan
Baca juga: Literasi keuangan pengaruhi kesuksesan bonus demografi
Baca juga: Literasi dan falsifikasi penangkal hoaks
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Reni Marlinawati dalam Proyeksi Awal Tahun 2019 yang disiarkan Antara, Minggu, menyatakan prihatin terhadap rendahnya tingkat literasi Indonesia.
Merujuk data Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat 64 dari 72 negara yang rutin membaca. Sedangkan menurut data The World Most Literate Nation Study, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara.
Data ini harus direspons pemerintah dan pihak terkait untuk membuat terobosan out of the box untuk meningkatkan minat baca bagi masyarakat Indonesia. Salah satu yang bisa dilakukan, misalnya, mendorong pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap buku tidak hanya pada buku ajar saja, tetap jenis buku lainnya.
Hal ini mengingat literasi juga menjadi daya pertahanan bagi bangsa ini atas maraknya hoaks.
Pada bagian lain dia mengemukakan, rencana pemerintah untuk kembali memasukan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) perlu segera direalisasikan pada tahun ajaran baru 2019/2020.
"Hanya saja, pemerintah harus memodifikasi PMP agar tak menjadi mata pelajaran yang sifatnya komplementer, indoktrinasi dan menjenuhkan bagi anak didik," katanya.
Menurut dia, PMP harus menjadi benteng ideologi bangsa sejak dini bagi anak didik dengan mengemas sesuai dengan usia anak didik yang berkarakter millennial ini.
Penguatan pendidikan karakter anak didik melalui Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter harus semakin dikuatkan dalam implementasi di lapangan. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah baik pemprov dan pemkab/pemkot harus membuat peta jalan (road map) atas pelaksanaan perpres tersebut.
Tantangan penguatan karakter terhadap anak didik semakin urgen di tengah perkembangan era digital yang semakin massif ini. "Pelaksanaan Perpres 87/2017 tampak belum maksimal di lapangan," katanya.
Baca juga: Psikolog anggap penting ajarkan literasi finansial sejak dini
Terkait tenaga guru, khususnya guru honorer, dia mengemukakan, persoalan tenaga guru honorer diharapkan dapat tuntas dengan penerbitan PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sebagai landasan yuridis untuk menyelesaikan persoalan tenaga pendidik yang belum berstatus PNS.
Harapannya, tahun 2019 tak ada lagi persoalan yang muncul dari guru honorer. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan jumlah guru honorer se-Indonesia sebanyak 1,5 juta orang yang terdiri atas guru bukan PNS di sekolah negeri 735 ribu dan guru bukan PNS di sekolah swasta 790 ribu.
Sedangkan mengenai keberadaan dana abadi riset yang mulai dialokasikan pada tahun 2019 sebanyak Rp1 triliun diharapkan dapat menstimulus peningkatan geliat riset di Indonesia. Riset harus diintegrasikan pada semangat (spirit) pengembangan SDM dalam negeri dan kebutuhan dalam negeri seperti penguatan ekonomi kreatif.
"Politik anggaran dana riset ini sebagai langkah nyata penguatan SDM Indonesia sebagaimana komitmen Presiden Jokowi," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Baca juga: Praktisi sebut bonus demografi harus didukung literasi keuangan
Baca juga: Literasi keuangan pengaruhi kesuksesan bonus demografi
Baca juga: Literasi dan falsifikasi penangkal hoaks
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: