Bengkulu (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memprediksi industri makanan dan minuman pada 2018 tumbuh sesuai proyeksi yakni 8-9 persen.

"Kalau kita lihat di 2018, perkiraan saya tumbuh 8-9 persen dan ini masih masuk dalam proyeksi di awal tahun," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman saat dihubungi di Bengkulu, Sabtu.

Menurut Adhi, industri yang menjadi andalan ini sempat menghadapi beberapa tantangan pada 2018, di antaranya adalah pelemahan rupiah yang membuat harga pokok produksi meningkat.

Pada situasi demikian, lanjutnya, industri biasanya menaikkan harga, namun hal tersebut tidak dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat.

"Jadi, harusnya menaikkan harga, tapi tidak, karena strategi yang dilakukan adalah menjaga margin, sehingga daya beli tidak turun," ungkap Adhi.

Menurut dia, belum terjadi peningkatan signifikan terhadap daya beli masyarakat kelas bawah pada 2018.

Namun, daya beli masyarakat kelas atas justru dinilai tidak terpengaruh oleh berbagai persoalan ekonomi.

Produk makanan dan minuman dalam negeri juga masih lebih diminati daripada produk impor, yang dibuktikan dari total peredaran pangan olahan dalam negeri mencapai Rp1.700 triliun, dengan peredaran pangan olahan impor hanya sekitar enam persennya atau Rp120 triliun.

"Ke depan, saya lihat pertumbuhannya masih bagus, meskipun belum ada satu faktor untuk mendongkraknya," pungkas Adhi.

Baca juga: Bappenas dorong ekspor industri makanan dan minuman halal
Baca juga: Kemenperin konsisten lanjutkan program hilirisasi