Penegakan UU Hak Cipta harus menjadi perhatian serius
4 Januari 2019 21:41 WIB
Vokalis grup band Kidnap Katrina Anang Hermansyah beraksi pada acara "90's Festival" di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Sabtu (10/11/2018). Acara yang mengusung tema era 90-an itu menampilkan sejumlah band diantaranya The Moffatts, Sheila on7 dan Blue. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Jakarta (ANTARA News) - Penegakan UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta harus menjadi perhatian serius mulai tahun 2019 terutama terkait karya seni dan musik di Indonesia.
"Memasuki tahun 2019 persoalan penegakan hak cipta masih menjadi masalah yang mengemuka," kata Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Anang yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Belanda, Jumat (4/1/2019) mengemukakan, sepanjang tahun 2018 tidak ada kemajuan yang berarti dalam penegakan UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta.
Anang Hermansyah menilai persoalan penegakan UU Hak Cipta masih menjadi pekerjaan rumah pada tahun 2019. Hal itu karena sepanjang tahun 2018 tidak ada kemajuan di sektor ini.
"Saya melihat tahun 2019 persoalan hak cipta masih menjadi masalah krusial. Harus ada terobosan dan kehendak politik yang kuat oleh penyelenggara pemerintahan," kata Anang
Musisi asal Jember ini menyebutkan ketiadaan kehendak yang kuat dari penyelenggara pemerintahan mengakibatkan persoalan hak cipta tampak berjalan di tempat. Mestinya pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara bersama membuat peta jalan soal penegakan hak cipta secara menyeluruh.
"Saya menanti sejak tahun lahirnya UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta hingga tahun 2019 tidak ada aksi konkret, semua masih pada tataran retoris," kata Anang.
Ia menguraikan persoalan hak cipta di sektor musik hingga saat ini masih terjadi karut-marut yang akut. "Performing right" (hak tampil, siar, putar karya lagu) hingga saat ini masih amburadul.
"Saya membayangkan urusan performing right ini dapat dikelola dengan mendorong pemda untuk membuat regulasi di daerah yang isinya soal pembayaran pemakaian lagu di ranah bisnis seperti konser, kafe, hotel dan lain-lain. Landasannya UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta," kata Anang.
Untuk menyelesaikan persoalan ini dibutuhkan kerja kolaboratif di internal pemerintahan seperti Bekraf, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Dalam Negeri.
Keuntungan (benefit) yang bakal didapat, kata Anang, tidak hanya semata-mata bagi musisi dan pencipta lagu, namun akan memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. :Dari sektor ini, pemerintah akan mendapat benefit pemasukan penerimaan.
"Makanya dibutuhkan kerja kolaboratif, tidak bisa jalan sendiri-sendiri," kata Anang, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Baca juga: Erix Soekamti: Banyak musisi belum teredukasi masalah hak cipta
Baca juga: Bekraf akan manfaatkan blockchain untuk hak cipta musik
Baca juga: Motif tenun gedogan Lombok Timur disertifikasi hak cipta
"Memasuki tahun 2019 persoalan penegakan hak cipta masih menjadi masalah yang mengemuka," kata Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Anang yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Belanda, Jumat (4/1/2019) mengemukakan, sepanjang tahun 2018 tidak ada kemajuan yang berarti dalam penegakan UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta.
Anang Hermansyah menilai persoalan penegakan UU Hak Cipta masih menjadi pekerjaan rumah pada tahun 2019. Hal itu karena sepanjang tahun 2018 tidak ada kemajuan di sektor ini.
"Saya melihat tahun 2019 persoalan hak cipta masih menjadi masalah krusial. Harus ada terobosan dan kehendak politik yang kuat oleh penyelenggara pemerintahan," kata Anang
Musisi asal Jember ini menyebutkan ketiadaan kehendak yang kuat dari penyelenggara pemerintahan mengakibatkan persoalan hak cipta tampak berjalan di tempat. Mestinya pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara bersama membuat peta jalan soal penegakan hak cipta secara menyeluruh.
"Saya menanti sejak tahun lahirnya UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta hingga tahun 2019 tidak ada aksi konkret, semua masih pada tataran retoris," kata Anang.
Ia menguraikan persoalan hak cipta di sektor musik hingga saat ini masih terjadi karut-marut yang akut. "Performing right" (hak tampil, siar, putar karya lagu) hingga saat ini masih amburadul.
"Saya membayangkan urusan performing right ini dapat dikelola dengan mendorong pemda untuk membuat regulasi di daerah yang isinya soal pembayaran pemakaian lagu di ranah bisnis seperti konser, kafe, hotel dan lain-lain. Landasannya UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta," kata Anang.
Untuk menyelesaikan persoalan ini dibutuhkan kerja kolaboratif di internal pemerintahan seperti Bekraf, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Dalam Negeri.
Keuntungan (benefit) yang bakal didapat, kata Anang, tidak hanya semata-mata bagi musisi dan pencipta lagu, namun akan memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. :Dari sektor ini, pemerintah akan mendapat benefit pemasukan penerimaan.
"Makanya dibutuhkan kerja kolaboratif, tidak bisa jalan sendiri-sendiri," kata Anang, politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Baca juga: Erix Soekamti: Banyak musisi belum teredukasi masalah hak cipta
Baca juga: Bekraf akan manfaatkan blockchain untuk hak cipta musik
Baca juga: Motif tenun gedogan Lombok Timur disertifikasi hak cipta
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: