Kinshasa (ANTARA News) - Pemerintah Republik Demokratik Kongo memutus hubungan internet dan layanan pesan singkat di seluruh negara itu untuk hari kedua pada Selasa (1/1) sementara menunggu hasil-hasil dari pemilihan presiden yang semrawut akhir pekan lalu.

Kubu oposisi dan koalisi, yang sedang memerintah, sama-sama menyatakan pada Senin (31/12) bahwa mereka akan menang dalam pemungutan suara, yang berlangsung pada Ahad. Banyak pemilih tak dapat memberikan suara karena wabah Ebola, konflik dan masalah-masalah logistik.

Barnabe Kikaya bin Karubi, penasihat senior Presiden Joseph Kabila, mengatakan layanan internet dan pesan singkat diputus untuk memelihara ketertiban di masyarakat setelah "hasil-hasil fiksi" mulai beredar di media sosial.

"Itu bisa menjerumuskan kita ke arah kekacauan," kata Kikaya kepada Reuters. Ia menambahkan hubungan akan tetap diputus hingga hasil lengkap diumumkan pada 6 Januari.

Sinyal Radio France Internationale (RFI), salah satu sumber berita yang populer di Kongo, juga terputus, dan pemerintah menarik akreditasi koresponden utama RFI di negara itu pada Senin malam karena telah menyiarkan hasil tak resmi dari oposisi.

Berbagai langkah tersebut mencerminkan ketegangan tinggi di Kongo. Negara itu telah menangguhkan pemilihan untuk waktu lama guna memilih pengganti Kabila, yang akan mundur bulan depan setelah berkuasa selama 18 tahun dan dua tahun setelah mandatnya berakhir secara resmi.

Kongo tak pernah mengalami peralihan kekuasaan demokratis, dan tiap hasil yang diperselisihkan dapat menjurus ke arah terulangnya kembali kekerasan yang terjadi setelah pemilihan tahun 2006 dan 2011 dan tindakan keras keamanan di provinsi-provinsi di bagian timur.

Kubu oposisi mengatakan pemilihan itu diwarnai kecurangan dan menuduh Kabila berencana memerintah melalui calon yang disukainya, mantan Menteri Dalam Negeri Emmanuel Ramazani Shadary.

Baca juga: Pemilihan presiden DRC ditunda satu pekan


Sumber: Reuters
Editor: Mohamad Anthoni