Migrasi penduduk minim keterampilan picu pertambahan penduduk miskin
2 Januari 2019 13:16 WIB
Ilustrasi - Warga beraktivitas di kawasan permukiman padat penduduk, di bantaran Kali Krukut Bawah, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Jumat (20/7/2018). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Pekanbaru (Antaranews) - Pemerintah Provinsi Riau menyatakan tingginya perpindahan penduduk dari luar daerah atau migrasi menjadi salah satu pemicu bertambahnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau pada 2018.
"Penyebabnya adalah migrasi penduduk dari luar Riau yang datang dalam kategori miskin, dan umumnya tak punya skill (kepandaian)," kata Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Ahmad Hijazi di Pekanbaru, Rabu.
Ahmad Hijazi menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Riau bertambah menjadi 500.400 jiwa pada 2018 dibandingkan 2017 yang mencapai 496.390 jiwa. Ini artinya selama tahun lalu orang miskin di Riau bertambah sekitar 4.000 orang.
Ia mengatakan komposisi penduduk miskin sebesar 8,09 persen ada di perdesaan, sedangkan di perkotaan ada 6,35 persen.
Dari keseluruhan jumlah penduduk di Riau yang mencapai sekitar enam juta jiwa, penduduk miskin mencapai 7,39 persen. Persentase itu sedikit menurun dibandingkan 2017 yang mencapai 7,41 persen.
"Walaupun penduduk miskin meningkat 4.010 jiwa, namun persentase tingkat kemiskinan terus menurun sejak tahun 2016," ujarnya.
Ia mengatakan migrasi penduduk dari luar provinsi menuju Riau, khususnya Kota Pekanbaru, memang selama ini cukup tinggi karena Riau dianggap sebagai daerah kaya dan relatif kondusif dari bencana alam. Namun, dampak buruk dari migrasi adalah pertambahan penduduk miskin karena warga yang datang tidak memiliki kemampuan untuk diserap dalam dunia kerja.
Selain itu, ia mengatakan penyebab lain dari bertambahnya penduduk miskin juga pengaruh penurunan harga minyak bumi serta komoditi perkebunan yang jadi andalan Riau.
"Pertumbuhan ekonomi juga sedikit melambat empat tahun terakhir karena pengaruh penurunan harga produk global perkebunan, terutama seperti harga karet, kelapa dan kelapa sawit," katanya.
Ia mengatakan perlu adanya langkah strategis yang diambil untuk pengalihan sektor yang terus lesu ke sektor nonmigas maupun sektor pariwisata.
Perlu langkah strategis agar yang di bawah angka kemiskinan ini bisa kita tingkatkan," ujarnya.
Ia menambahkan angka kemiskinan di Riau masih lebih rendah dibandingkan angka kemiskinan rata-rata di Pulau Sumatera yang pada 2018 mencapai 10,15 persen, bahkan lebih kecil dari tingkat nasional yang mencapai 9,82 persen.*
Baca juga: Bencana alam dikhawatirkan meningkatkan jumlah penduduk miskin
Baca juga: Mensos optimistis 2019 angka kemiskinan di bawah 9,5 persen
"Penyebabnya adalah migrasi penduduk dari luar Riau yang datang dalam kategori miskin, dan umumnya tak punya skill (kepandaian)," kata Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Ahmad Hijazi di Pekanbaru, Rabu.
Ahmad Hijazi menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Riau bertambah menjadi 500.400 jiwa pada 2018 dibandingkan 2017 yang mencapai 496.390 jiwa. Ini artinya selama tahun lalu orang miskin di Riau bertambah sekitar 4.000 orang.
Ia mengatakan komposisi penduduk miskin sebesar 8,09 persen ada di perdesaan, sedangkan di perkotaan ada 6,35 persen.
Dari keseluruhan jumlah penduduk di Riau yang mencapai sekitar enam juta jiwa, penduduk miskin mencapai 7,39 persen. Persentase itu sedikit menurun dibandingkan 2017 yang mencapai 7,41 persen.
"Walaupun penduduk miskin meningkat 4.010 jiwa, namun persentase tingkat kemiskinan terus menurun sejak tahun 2016," ujarnya.
Ia mengatakan migrasi penduduk dari luar provinsi menuju Riau, khususnya Kota Pekanbaru, memang selama ini cukup tinggi karena Riau dianggap sebagai daerah kaya dan relatif kondusif dari bencana alam. Namun, dampak buruk dari migrasi adalah pertambahan penduduk miskin karena warga yang datang tidak memiliki kemampuan untuk diserap dalam dunia kerja.
Selain itu, ia mengatakan penyebab lain dari bertambahnya penduduk miskin juga pengaruh penurunan harga minyak bumi serta komoditi perkebunan yang jadi andalan Riau.
"Pertumbuhan ekonomi juga sedikit melambat empat tahun terakhir karena pengaruh penurunan harga produk global perkebunan, terutama seperti harga karet, kelapa dan kelapa sawit," katanya.
Ia mengatakan perlu adanya langkah strategis yang diambil untuk pengalihan sektor yang terus lesu ke sektor nonmigas maupun sektor pariwisata.
Perlu langkah strategis agar yang di bawah angka kemiskinan ini bisa kita tingkatkan," ujarnya.
Ia menambahkan angka kemiskinan di Riau masih lebih rendah dibandingkan angka kemiskinan rata-rata di Pulau Sumatera yang pada 2018 mencapai 10,15 persen, bahkan lebih kecil dari tingkat nasional yang mencapai 9,82 persen.*
Baca juga: Bencana alam dikhawatirkan meningkatkan jumlah penduduk miskin
Baca juga: Mensos optimistis 2019 angka kemiskinan di bawah 9,5 persen
Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: