Oleh Everth Z.Joumilena dan Peter Tukan Jayapura (ANTARA News) - Setiap Ramadhan datang, Asrama Mahasiwa FakFak di kawasan Waena, Jayapura selalu meriah. Di asrama yang dihuni mahasiswa dan mahasiswi berbagai agama dan suku di tanah Papua, Ramadhan dijadikan momentum untuk memperkuat tali silaturahmi, merajut kasih dan merangkul sesama ciptaan Allah dalam bingkai persahabatan sejati tanpa membedakan asal-usul daerah, suku, agama dan status ekonomi. Mereka saling berbagi suka-duka sebagai mahasiswa yang tinggal jauh dari orangtua dan sanak-keluarga. Halija, mahasiswi penghuni asrama FakFak mengisahkan bahwa sudah menjadi tradisi di asrama ini jika penghuninya yang Muslim berpuasa, maka rekan-rekan mereka yang beragama lain ikut membantu menyiapkan hidangan buka puasa bersama dan hidangan sahur. "Rekan-rekan yang mayoritas beragama Nasrani pun menciptakan suasana tenang di dalam asrama pada saat-saat tertentu agar kami dapat melaksanakan sholat atau Tadarus, membaca serta merenungkan Al-Quran dengan tenang di dalam kamar masing-masing," katanya. Penghuni asrama mahasiswi asal FakFak sebanyak 29 orang dan dari jumlah tersebut delapan mahasiswi di antaranya beragama Islam. Seminggu sebelum memulai puasa, penghuni asrama ini bermusyawarah untuk pembagian tugas berbelanja di pasar dan menyediakan hidangan buka puasa dan sahur. Untuk Ramadhan kali ini, para penghuni asrama membagi diri dalam beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri atas empat orang Nasrani dan satu orang Muslim yang berpuasa. Kelompok memasak ini bekerja secara bergilir setiap hari selama bulan puasa itu. Mereka berbelanja bersama-sama dan menyiapkan makanan di dapur secara bersama-sama pula. Ketika hendak berbuka puasa, maka semua penghuni asrama bersama-sama berbuka puasa. Sedangkan untuk sahur, diberi kebebasan kepada rekan-rekan Nasrani untuk ambil bagian. "Walaupun menu makanan di asrama tidak sama dengan menu makanan di rumah sendiri, namun kami menyantapnya dengan sangar gembira karena kami makan bersama dalam semangat persaudaraan, pertemanan dan kekerabatan sebagai anak-anak asli negeri ini," kata Halija, mahasiswi Universitas Cenderawasi (Uncen) Jayapura, jurusan Bahasa Indonesia itu. Fajar Iha, penghuni lain, menyatakan bekerja dalam kelompok yang berbeda agama di bulan suci Ramadhan ini merupakan momentum untuk menjadikan para penghuni hidup rukun, meski berbeda beragama. "Kita belajar kerukunan hidup antarumat beragama justeru dimulai dari asrama mahasiswi FakFak. Di sinilah tempatnya bagi kami memperkuat tali silaturahmi," katanya. Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jayapura ini mengatakan, selama Ramadhan, para penghuni asrama mengumpulkan uang belanja. Setiap hari mereka berbelanja di pasar sebesar Rp20 ribu. Uang ini digunakan untuk membeli sayur, garam, cabe dan kebutuhan dapur lainnya. Kelihatannya sangat sedikit uang belanja harian itu. Tapi, kami berbelanja dengan suka cita dan mengecap hasil masakan di dapur itu dengan gembira. "Kami mengarungi suka-duka hidup bersama di asrama dalam semangat lintasagama yang sejuk, dan menyenangkan," katanya. Dia mengakui kalau tali persaudaraan antarsesama mahasiswi penghuni asrama FakFak justeru diperkuat di bulan suci Ramadhan karena pada bulan puasa inilah setiap mahasiswi Muslim menyadari bahwa Islam adalah agama universal, yang menganggap semua orang tanpa membedakan suku, agama, dan golongan sebagai saudara. Menurut dia, persaudaraan tidak membagi dunia menjadi Muslim dan bukan Muslim. "Muslim harus bersikap bersahabat dengan orang-orang bukan Islam. Islam harus mempertahankan kesatuan dan universalitasnya di tengah-tengah kebudayaan dan tradisi yang majemuk," katanya. Fajar Iha mengakui kalau, rekan-rekannya yang Nasrani di dalam asrama FakFak sering mengingatkan dirinya untuk pergi berdoa di masjid, mengikuti Tarawih selama bulan suci Ramadhan ini. "Apa yang diingatkan rekan-rekan Nasrani ini membuktikan betapa besar perhatian mereka bagi peribadatanku selama Ramadhan," katanya. Selama menjalani puasa di asrama FakFak yang mayoritas penghuninya adalah mahasiswi Nasrani, Fajar Iha semakin memahami bahwa Islam tidak membenarkan permusuhan terhadap agama-agama lain. Malah, ia memaklumkan kebebasan beragama dan melarang paksaan dalam agama. Selama hidupnya, Nabi Muhammad sendiri amat baik sikapnya terhadap tetangga-tetangga dan kawan-kawan beliau yang beragama lain, Yahudi maupun Nasrani. Malahan, Nabi Muhammad mengawini seorang perempuan Yahudi, Safijah dan budak Kristen, Mariah yang dijodohkan oleh penguasa negeri Mesir zaman itu. Seorang mahasiswi penghuni asrama FakFak lainnya, Dwi Sriwiningsih mengatakan, selama Ramadhan, dirinya menjalani puasa di dalam asrama ini dengan perasaan gembira dan bahagia karena rekan-rekan sesama Muslimah saling memberikan dukungan dalam beribadah puasa dan mendapat peneguhan dari rekan-rekan penghuni asrama yang Nasrani. "Orang tuaku berasal dari Jawa tetapi sudah puluhan tahun bermukim di tanah Papua. Saya lahir di tanah Papua dan merasa benar-benar menyatu dengan alam, tradisi dan budaya masyarakat asli Papua. Kami orang Papua suka akan musik dan selama Ramadhan ini diperdengarkan musik yang merdu di dalam asrama. Musik ini justeru menggiring batinku untuk berpuasa lebih khusuk lagi," kata Dwi Sriwiningsih. Selama menjalani puasa di asrama FakFak, ia mendengarkan alunan musik yang didendangkan rekan-rekan mahasiswi Nasrani. "Saya sangat menggemari alunan musik Kasidah, perlahan-lahan namun menghanyutkan," katanya. Menurut dia, Nabi Muhammad SAW tidak melarang musik yang merdu. Selama seni itu berguna sebagai alat untuk meninggikan agama dan akhlak maka hal itu diizinkan. Sebaliknya, seni dilarang jika itu bermuara pada keruntuhan budi dan nurani. Bagi mahasiswi Nasrani seperti Adolina Irianan, puasa merupakan kesempatan bagi mahasiswi Nasrani untuk semakin meningkatkan sikap toleransi dengan saudara-saudara umat Islam. "Kami yang menghuni asrama ini sudah saling mengenal sehingga ketika datang Ramadhan, mahasiswi Nasrani membantu rekan-rekan yang berpuasa agar mereka dapat menjalankan ibadahnya dengan tenang dan sukses. Sebaliknya jika tiba hari raya Natal, saudara-saudara Islam di asrama ini membantu kami menyediakan hidangan Natal untuk dinikmati bersama-sama," katanya. Jika tiba Natal, rekan-rekan yang beragama Islam menyiapkan tempat untuk kebaktian Natal. Mereka menata ruangan ibadah, merapikan letak kursi dan meja serta menyiapkan konsumsi di dapur. Sejak zaman dulu, masyarakat Fak Fak mengenal istilah "Tiga batu tungku" yang menopang kehidupan mereka setiap hari hingga sekarang ini yaitu tungku umat Islam, tungku Kristen dan tungku Katolik. Tiga batu tungku kehidupan masyarakat FakFak yang dibina dan dilestarikan dari generasi yang satu ke generasi. Itu pula yang terus dihidupkan dan dijaga di dalam asrama FakFak. Setiap penghuni asrama ini menyadari bahwa kedamaian hidup bersama di dalam asrama tergantung dari kekuatan tiga batu tungku ini. Karena itu, jika saudara Katolik beribadah, maka kami yang Kristen dan Islam membantu dan memberikan dukungan sepenuhnya, begitu pun sebaliknya jika Kristen melakukan kebaktian maka Katolik dan Islam memberikan dukungan dan jika Islam berpuasa dan Lebaran maka Katolik dan Kristen memberikan dukungan yang optimal. "Semangat silaturahmi para mahasiswi penghuni asrama FakFak semakin kuat dan lestari ketika tiga batu tungku Islam, Kristen dan Katolik tetap berdiri kokoh di atas tanah Papua yang kaya tradisi dan budaya," kata Adolina Irianan. (*)